Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Eufemisme: Senjata Penguasa, Tameng Warga Biasa

23 September 2025   03:00 Diperbarui: 18 September 2025   11:35 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fakta ini menunjukkan bahwa bahasa halus bisa menjadi tameng bagi yang lemah, bukan hanya senjata bagi yang kuat.

Lalu, apakah artinya kita harus selalu bicara blak-blakan? Tidak juga. Dalam banyak situasi, kata-kata yang terlalu langsung bisa merusak suasana dan menutup pintu dialog.

Diplomasi antarnegara, misalnya, sering butuh peredam. Menasihati sahabat yang sedang berduka pun begitu. Di momen seperti itu, eufemisme menjadi jembatan agar komunikasi yang sulit tetap berjalan.

Ada sisi yang jelas positif. Peralihan dari istilah "cacat" ke "penyandang disabilitas" tidak menutupi fakta apa pun. Melainkan mengangkat martabat. Sambil mendorong pemberdayaan.

Pergeseran ini diteguhkan oleh Undang-Undang No 8 Tahun 2016. Yang resmi mengganti istilah lama sebagai bentuk penghormatan (Hukumonline, 2016). Di sini, bahasa yang diperhalus punya tujuan mulia. Yakni menghargai sesama manusia.

Nilai eufemisme tidak bertumpu pada keelokan kata-katanya. Melainkan pada niat di belakangnya. Jika dipakai untuk menipu atau mengaburkan keadilan dan tanggung jawab. Maka eufemisme berubah menjadi alat berbahaya yang menggerus kepercayaan publik.

Namun ketika digunakan untuk menjaga perasaan. Membangun dialog. Atau memberi hormat, ia adalah alat sosial yang berguna. Kuncinya ada pada keseimbangan antara sopan santun dan kejujuran.

***

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun