Wisata gunung lagi naik daun. Lalu muncul satu tanya yang terus berulang: porter, yang jadi tulang punggung pendakian, apakah hidup mereka sudah sejahtera?
Sampai-sampai bisa disebut seperti ‘sultan’? Judul media sering menggiring ke arah itu dengan bahasa yang heboh. Nyatanya, situasinya jauh lebih berlapis.
Ada anggapan bahwa populernya industri otomatis mengalirkan kesejahteraan sampai ke akar rumput. Anggapan ini perlu diuji dengan kepala dingin.
Potensi ekonomi wisata gunung memang besar, itu tidak terbantahkan. Kemenparekraf memproyeksikan nilai ekonominya bisa naik tiga kali lipat, dari 150 juta dolar AS pada 2020 menjadi 450 juta dolar AS pada 2024 (Antara News, 2023).
Kenaikan ini ditopang minat wisatawan yang meroket. APGI memberi gambaran, pada 2020 saja ada sekitar 3 juta pendaki nusantara dan 150 ribu pendaki mancanegara (Detik Travel, 2023).
Tetapi uang sebesar itu tidak serta-merta masuk ke kantong porter. Arus dananya pecah ke banyak pos, mulai dari agen perjalanan dan penginapan, hingga transportasi dan setoran ke pemerintah.
Di lapangan, tarif porter memang naik. Untuk beberapa gunung populer, perhitungan hariannya bisa melampaui upah minimum.
Sebuah situs porter profesional mencatat, di Gunung Prau ada tarif khusus. Naik saja sekitar Rp250.000, sementara paket dengan menginap Rp550.000. Di Gunung Merbabu, paket pulang-pergi bisa Rp750.000 (Porter Gunung Profesional, 2022).
Angkanya bisa terdengar fantastis di destinasi super premium seperti Gunung Jayawijaya, dengan bayaran per perjalanan mencapai puluhan juta rupiah (Tirto.id, 2023). Hanya saja, trip ke Jayawijaya tidak terjadi sering.
Bukan tiap bulan, mungkin hanya beberapa kali dalam setahun. Jadi bayaran besar tidak otomatis berarti keuangan yang stabil.
Karena itu fokusnya sebaiknya diubah. Bukan sekadar “apakah mereka kaya”, melainkan apakah pekerjaan ini betul-betul menyejahterakan dalam jangka panjang.
Di sinilah problem utamanya. Mayoritas porter bekerja sebagai tenaga lepas tanpa kontrak.
Konsekuensinya jelas, mereka tidak memiliki jaminan sosial, tidak ada asuransi kecelakaan kerja, dan tidak punya dana pensiun (Tirto.id, 2023). Sebuah studi juga menekankan perlunya perlindungan hukum yang tegas bagi porter pariwisata (FH Unram, 2023).
Tanpa jaring pengaman yang mendasar, posisi mereka akan tetap rentan.
Jadi ceritanya lebih tepat begini. Ini bukan kisah porter ‘sultan’, melainkan potret perjuangan para pekerja informal di garda depan pariwisata alam.
Ada sebagian kecil yang bisa memanen hasil, terutama di destinasi premium, dan penghasilannya terbilang sangat layak. Namun mayoritas masih bertahan hari per hari.
Mereka menukar tenaga fisik dengan bayaran yang tidak menentu, sambil menanggung risiko besar, tanpa perlindungan kerja yang memadai (Tirto.id, 2023). Itulah realitas di balik gemerlapnya laju wisata gunung.
***
Referensi:
- Ambarwati, S. (2023, 27 September). Kemenparekraf ingin kembangkan potensi wisata gunung. antaranews.com. https://www.antaranews.com/berita/3746295/kemenparekraf-ingin-kembangkan-potensi-wisata-gunung
- Asharanuwijaya, M. H. (2023, Februari). Perlindungan hukum bagi porter sebagai pekerja di sektor pariwisata di Gunung Rinjani [Skripsi, Universitas Mataram]. Fakultas Hukum, Universitas Mataram. https://fh.unram.ac.id/wp-content/uploads/2023/02/MOH-HARJUNA-ASHARANUWIJAYA-D1A017186-2.pdf
- Imandiar, Y. (2023, 27 September). Indonesia punya 400-an gunung, potensi wisatanya besar sekali. travel.detik.com. https://travel.detik.com/travel-news/d-6953185/indonesia-punya-400-an-gunung-potensi-wisatanya-besar-sekali
- Murwani, S. (2023, 26 Oktober). Wisata gunung melejit, benarkah porter berpenghasilan 'sultan?'. tirto.id. https://tirto.id/wisata-gunung-melejit-benarkah-porter-berpenghasilan-sultan-gQXL
- Porter Gunung Profesional. (2022, 30 Agustus). Jasa porter gunung, pemandu wisata gunung berpengalaman. portergunungprofesional.com. https://www.portergunungprofesional.com/2022/08/porter-gunung.html
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI