Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Triliunan Rupiah dari Wisata Gunung, Siapa yang Menikmati?

22 September 2025   15:00 Diperbarui: 17 September 2025   22:11 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wisata gunung lagi naik daun. Lalu muncul satu tanya yang terus berulang: porter, yang jadi tulang punggung pendakian, apakah hidup mereka sudah sejahtera?

Sampai-sampai bisa disebut seperti ‘sultan’? Judul media sering menggiring ke arah itu dengan bahasa yang heboh. Nyatanya, situasinya jauh lebih berlapis.

Ada anggapan bahwa populernya industri otomatis mengalirkan kesejahteraan sampai ke akar rumput. Anggapan ini perlu diuji dengan kepala dingin.

Potensi ekonomi wisata gunung memang besar, itu tidak terbantahkan. Kemenparekraf memproyeksikan nilai ekonominya bisa naik tiga kali lipat, dari 150 juta dolar AS pada 2020 menjadi 450 juta dolar AS pada 2024 (Antara News, 2023).

Kenaikan ini ditopang minat wisatawan yang meroket. APGI memberi gambaran, pada 2020 saja ada sekitar 3 juta pendaki nusantara dan 150 ribu pendaki mancanegara (Detik Travel, 2023).

Tetapi uang sebesar itu tidak serta-merta masuk ke kantong porter. Arus dananya pecah ke banyak pos, mulai dari agen perjalanan dan penginapan, hingga transportasi dan setoran ke pemerintah.

Di lapangan, tarif porter memang naik. Untuk beberapa gunung populer, perhitungan hariannya bisa melampaui upah minimum.

Sebuah situs porter profesional mencatat, di Gunung Prau ada tarif khusus. Naik saja sekitar Rp250.000, sementara paket dengan menginap Rp550.000. Di Gunung Merbabu, paket pulang-pergi bisa Rp750.000 (Porter Gunung Profesional, 2022).

Angkanya bisa terdengar fantastis di destinasi super premium seperti Gunung Jayawijaya, dengan bayaran per perjalanan mencapai puluhan juta rupiah (Tirto.id, 2023). Hanya saja, trip ke Jayawijaya tidak terjadi sering.

Bukan tiap bulan, mungkin hanya beberapa kali dalam setahun. Jadi bayaran besar tidak otomatis berarti keuangan yang stabil.

Karena itu fokusnya sebaiknya diubah. Bukan sekadar “apakah mereka kaya”, melainkan apakah pekerjaan ini betul-betul menyejahterakan dalam jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun