Gelombang kerusuhan dan kegaduhan politik belakangan ini bukan sekadar luapan emosi massa yang muncul tiba-tiba.Â
Selamat Ginting (Analis Politik & Militer Universitas Nasional)Â menilai ini adalah puncak dari krisis multidimensi yang lama terpendam.
Akar persoalannya bertaut pada benturan kepentingan antara elit lokal dan global. Ditambah retaknya solidaritas di dalam institusi negara.Â
Terutama Kepolisian Republik Indonesia. Serta gagalnya pemerintah merespons tekanan ekonomi yang dirasakan warga.
Dalam pandangannya, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sedang dikepung musuh dalam selimut. Kelanggengan pemerintah sampai akhir masa jabatan pun menjadi taruhan.
Pertarungan Elit dan Massa yang Diatur
Ginting membedah siapa saja yang ada di balik layar. Intinya, ia melihat konflik ini sebagai pertarungan elit yang digelar secara tersembunyi. Mirip operasi intelijen.
Ia membedakan pengunjuk rasa yang murni. Dengan kelompok perusuh yang rapi terorganisir.
Fokusnya pada kelompok kedua. Data kepolisian, sebutnya, menunjukkan mayoritas perusuh yang ditangkap berusia 19 sampai 25 tahun. Banyak dari daerah penyangga ibu kota. Sebagian punya rekam kriminal.
Pola seperti ini mengarah pada dugaan bahwa mereka adalah massa bayaran atau setidaknya massa yang dimanajemen pihak tertentu.
Ada beberapa faksi yang kepentingannya bertemu di tengah kekacauan.
- Pertama, elit pemerintahan dari rezim sebelumnya. Beserta pejabat yang posisinya terancam isu reshuffle.
- Kedua, oligarki lama yang terusik kenyamanannya setelah satu dekade.
- Ketiga, elit global seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia yang berebut pengaruh di Indonesia.
- Terakhir, warga yang benar-benar frustrasi oleh tekanan ekonomi.