Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Modernisasi Formula Film Religi yang Terbukti Laku

12 September 2025   05:00 Diperbarui: 4 September 2025   16:54 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film religi Islam di Indonesia punya sejarah kaya. Ia juga memiliki posisi kuat di pasar. Film Ayat-Ayat Cinta meledak pada tahun 2008. Film itu berhasil menarik jutaan penonton (filmindonesia.or.id).

Sejak saat itu, genre ini menjadi primadona. Genre ini seakan menemukan formula emasnya. Para produser melihatnya sebagai ladang keuntungan. Keuntungan itu sangat menjanjikan bagi mereka.

Sementara itu penonton setia selalu menantikannya. Namun kesuksesan ini terus saja berulang. Lalu sebuah pertanyaan fundamental akhirnya muncul.

Apakah film religi kita menawarkan hal baru? Atau hanya nyaman mengemas ulang cerita lama? Cerita lama itu diberi sampul yang berbeda.

Selama bertahun-tahun, banyak film religi terjebak. Mereka terjebak dalam pola narasi yang serupa. Ada satu tren yang paling menonjol.

Tren itu adalah penggambaran tokoh utamanya. Tokoh utama adalah Muslim cerdas juga terpelajar. Sosok "cendekiawan" ini menjadi sebuah standar. Standar itu seolah tidak pernah tertulis.

Contohnya karakter Azam di film Ketika Cinta Bertasbih (Wikipedia). Tentu saja citra ini punya tujuan positif. Mungkin ini adalah sebuah upaya sinematik. Upaya untuk melawan semua stereotip negatif.

Upaya ini juga menunjukkan ajaran agama Islam. Ajaran Islam sangat sejalan dengan intelektualitas. Ajaran itu juga sejalan dengan kemajuan. Akan tetapi, pola ini diulang terus-menerus.

Hal tersebut berisiko menciptakan gambaran sempit. Gambaran itu menjadi kurang membumi. Ini tentang keberagaman kehidupan Muslim di Indonesia.

Kini, mari kita bayangkan sebuah film hipotetis. Judul film itu Assalamualaikum Baitullah. Melalui contoh rekaan ini kita bisa mengeksplorasi. Kita mengeksplorasi arah baru yang potensial. Bayangkan film ini disutradarai sineas perempuan. Sineas itu adalah Hadrah Daeng Ratu (IMDb).

Filmnya tidak menampilkan protagonis seorang intelektual. Ia justru memotret dinamika kehidupan Muslim urban. Latar filmnya adalah jantung kota Jakarta. Tokoh utamanya adalah seorang perempuan muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun