Itu adalah sebuah respons sosial terpelajar. Kita menunjukkan dukungan sesuai norma berlaku.
Hal ini bukanlah sebuah niat jahat. Ini adalah cara manusia berfungsi normal. Manusia berinteraksi dalam masyarakat yang kompleks.
Tentu saja ada sisi gelapnya juga. Empati memang bisa menjadi senjata ampuh. Itu jika ada di tangan salah.
Individu manipulatif bisa menggunakannya. Mereka memakainya untuk mencapai tujuan pribadi.
Mereka berpura-pura peduli pada orang lain. Tujuannya untuk mendapatkan kepercayaan dari target.
Lalu mereka memanfaatkannya untuk mengendalikan. Perilaku ini sangat erat dengan narsisme.
Psikologi meneliti soal individu narsisistik. Mereka punya empati afektif yang rendah. Namun empati kognitifnya sangat tajam (Psychology Today, 2020).
Mereka memakai kemampuannya untuk membaca orang. Tujuannya bukan untuk menolong orang lain.
Mereka mencari celah demi keuntungan pribadi. Mereka juga ingin memoles citra diri.
Para ahli membedakan dua jenis empati. Ini untuk pemahaman yang lebih dalam.
Jenis pertama adalah empati afektif. Kita benar-benar merasakan emosi orang lain.