Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mengapa Dongeng Jamie Vardy di Leicester Berakhir Tragis?

17 Agustus 2025   11:00 Diperbarui: 14 Agustus 2025   16:30 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Loyalitas seorang Jamie Vardy patut diacungi jempol. Dia pernah menolak tawaran besar Arsenal. Hal itu terjadi pada tahun 2016. Keputusan itu ia sebut sangat mudah (Sky Sports, 2016). 

Dia memilih tinggal dan membangun warisannya. Dia menjadi simbol dari klub itu. Para penggemar tentu sangat mencintainya. Tapi loyalitas seperti pedang bermata dua. 

Loyalitas Vardy saja terbukti tidak cukup. Dia tidak bisa menahan badai sendirian. Klub yang ia cintai tetap terpuruk. Ini menunjukkan sebuah realitas sangat pahit. 

Cinta pada klub tak bisa bayar gaji. Cinta juga tak bisa membeli talenta baru. Sepak bola dasarnya adalah sebuah industri. Sisi romantisme seringkali kalah oleh ekonomi. Kenyataan ekonomi memang terasa sangat keras.

Perjalanan karier Vardy adalah cerminan sempurna. Cerminan dari klub Leicester City sendiri. Dia datang dari level paling bawah. Dia berjuang keras mencapai puncak tertinggi. Lalu secara perlahan ia turun kembali. 

Nasibnya persis seperti nasib klubnya. Dia adalah simbol nyata sebuah keajaiban. Dan kini dia saksi hidup keruntuhannya. Dia menyaksikan keruntuhan keajaiban itu sendiri. 

Kepergiannya dari klub bukan akhir biasa. Bukan hanya akhir karier pemain hebat. Ini adalah penutup resmi sebuah era. Era klub kecil bisa bermimpi besar. 

Era mereka bisa benar-benar berhasil. Sekarang mimpi itu tampak semakin jauh. Mimpi itu sulit untuk diulang kembali. 

Kisah Vardy dan Leicester jadi pelajaran. Pelajaran penting untuk semua orang. Bukan lagi sekadar dongeng yang inspiratif.

***

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun