Pada awalnya, Kampung Kauman adalah sebuah lingkungan. Lingkungan ini identik dengan kehidupan agamawan. Julukan "kaum" merujuk para abdi dalem. Mereka tinggal di sana (e-Journal Undip, 2023).Â
Lokasinya dekat Keraton Kasunanan dan Masjid Agung Surakarta. Ini membuat kawasan menjadi pusat kegiatan. Kegiatan ini adalah keagamaan dan budaya.Â
Namun, fungsi dan identitasnya berubah seiring waktu. Kampung Kauman bertransformasi menjadi pusat produksi batik. Hampir setiap rumah punya usaha batik.
Tentu saja, transformasi ini punya alasan. Para abdi dalem punya keahlian membatik. Keahlian ini jadi modal utama industri. Mereka menciptakan ekosistem mandiri (Institutional Repository UNS, 2010).Â
Ekosistem ini mencakup produksi sampai penjualan. Berbagai jenis usaha juga bermunculan. Usaha ini mulai dari batik cap, pewarnaan dan pembuatan pola. Ada juga servis dan bordir.Â
Ini membuat Kauman menjadi kawasan lengkap (Jurnal UNS, 2018). Hulu hingga hilirnya ada di satu tempat.
Meskipun sejarahnya kuat, industri batik Kauman sempat surut. Banyak pengusaha rumahan terpaksa menutup usaha. Daya saing menurun dan tren pasar berubah.Â
Namun, semangat menghidupkan tradisi tidak padam. Pada 2006, ide muncul dari pengusaha, akademisi, dan tokoh masyarakat. Mereka ingin menjadikan Kampung Batik Kauman destinasi wisata (e-Journal Undip, 2023).Â
Ide ini bersifat "bottom-up" dari masyarakat. Pemerintah Kota Surakarta menyambut baik ide itu.
Langkah ini adalah angin segar pariwisata Solo. Solo saat itu didominasi wisata sejarah. Pencanangan ini menjaga fungsi kawasan Kauman. Supaya fungsinya seperti dahulu.Â
Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman menginisiasi acara. Acara ini disebut "1.000 Anak Membatik". Tujuannya menarik perhatian publik. Acara ini mendapat sambutan luar biasa. Partisipasinya lebih dari 1.300 anak.Â