Pergelaran karapan sapi ada di Bandung. Itu terjadi pada bulan Oktober 1935. Pergelaran itu sangat menarik perhatian publik. Seolah-olah tontonan ini belum pernah ada. Tontonan ini belum pernah ada di sana.Â
Iklan acara itu bahkan mengklaim bombastis. Iklan itu mengatakan "300 tahun lagi". Bahwa acara ini belum tentu ada. Ini adalah sebuah strategi pemasaran jelas. Tujuannya untuk menarik banyak sekali penonton (Tirto.id, 2024).
Persepsi publik tentang kelangkaan itu wajar. Hal ini karena warga Bandung. Mereka lebih akrab dengan pacuan kuda.Â
Sejak tahun 1853, ada pacuan kuda. Lapangan Tegallega menjadi lokasi rutinnya. Acara ini diorganisir oleh klub PWS (Bandungbergerak.id; Mooibandoeng).Â
Oleh karena itu, pacuan sapi diumumkan. Kemudian banyak warga menjadi terheran-heran. Mereka melihat hewan untuk membajak sawah.Â
Kini hewan itu sedang beradu kecepatan. Menurut laporan, ada sapi yang tercepat. Sapi itu mampu menempuh jarak 100 meter. Waktunya hanya dalam sembilan detik saja. Itu adalah kecepatan sangat luar biasa. Bagi para penonton pada saat itu (Tirto.id, 2024).
Namun, ada fakta lain di baliknya. Di balik semua kehebohan lokal tersebut. Hindia Belanda pada masa itu. Merupakan panggung bagi banyak hiburan keliling. Berbagai grup sirkus internasional sering tampil.Â
Contohnya seperti Metemsicosi tahun 1897. Lalu Harmston's Circus tahun 1901. Dan juga Ott's Circus tahun 1906. Mereka sering tampil di kota besar. Termasuk di Pieterspark (Taman Balai Kota).Â
Selain sirkus, ada juga pameran ternak. Juga ada berbagai macam pameran kuda. Hingga bioskop keliling menjadi tontonan umum. Seperti bioskop Jawa-Biorama. Dan juga Eastern Bioscope Company.Â
Ini menandakan bahwa masyarakat sudah terbiasa. Mereka terbiasa hiburan berpindah-pindah (Tirto.id, 2024; Pagaralampos.disway.id).
Karapan sapi sejatinya tradisi dari Madura. Tradisi ini adalah tradisi kuat (Wikipedia). Potensinya dilihat oleh para penyelenggara acara (Detik.com, 2023).Â