Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Besi Nusantara, dari Situs Kuno Hingga Naskah Kerajaan

25 Juli 2025   05:00 Diperbarui: 24 Juli 2025   18:06 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keris Jawa Barat Luk-29 dari Sumedang. (Kompas.com/Wasti Samaria Simangunsong)

Besi punya tempat sangat penting. Khususnya dalam kebudayaan Nusantara. Sejak zaman dahulu, logam ini punya nilai tinggi. Ia bukan hanya sebagai perkakas. 

Besi juga menjadi simbol kekuatan. Bahkan untuk hal-hal gaib. Para pandai besi yang mengolahnya sangat dihormati. Mereka sering dianggap punya kesaktian. Mereka bukan pengrajin biasa (Tirto.id, 2021). 

Keahlian mereka sangat dihargai. Logam ini membentuk banyak aspek budaya.

Besi di Masa Awal Peradaban

Sejarah mencatat "Masa Perunggu dan Besi." Ini menunjukkan betapa krusialnya peran besi. Peran itu penting dalam peradaban. 

Teknologi pengolahan besi terus berkembang. Perkembangannya seiring kemajuan bidang pertanian. 

Penemuan arkeologi sering menunjukkan sesuatu. Artefak perunggu dan besi ditemukan berdampingan. Hal ini dahulu menjadi dasar teori. 

Teori itu tentang masuknya Kebudayaan Dong Son. Kebudayaan itu berasal dari Vietnam. Teori tersebut mengemukakan adanya invasi budaya.

Namun, anggapan "invasi" ini perlu ditinjau. Anggapan itu harus dilihat kembali. Penemuan artefak yang berdampingan punya arti lain. Itu bisa menandakan pertukaran budaya. Atau perkembangan teknologi yang serupa. 

Perkembangan itu terjadi di tempat berbeda. Nusantara punya karakteristik budaya sendiri. 

Jadi, tidak hanya menerima pengaruh luar. Pengaruh itu tidak diterima begitu saja. 

Para arkeolog kontemporer punya pandangan lain. Mereka lebih cenderung pada difusi teknologi. Bukan sebuah invasi militer (Berita Penelitian Arkeologi, 1986). 

Proses ini lebih kompleks dari dugaan awal.

Ketersediaan Besi di Jawa

Ada sebuah pendapat tentang besi di Jawa. Pendapat itu menyatakan besi barang langka. 

Konon, Jawa tak punya cadangan bijih besi. Cadangan itu tidak signifikan jumlahnya. Kelangkaan inilah yang menjadi sebab. Para pandai besi begitu dihormati. 

Karena mereka mampu mengolah logam langka. Logam itu sangat sulit didapat.

Akan tetapi, data geologi modern berkata lain. Klaim "tidak ada" besi di Jawa kurang tepat. Memang, cadangan besi primer di Jawa terbatas. 

Namun, sumber utama besi ada. Sumber itu berupa pasir besi. Kadar besinya relatif rendah (Antara News; Garuda Kemdikbud). 

Pasir besi ini banyak ditemukan. Lokasinya ada di pesisir selatan. Contohnya seperti di Kulon Progo. Di sana ada cadangan besar. Diperkirakan sekitar 300 juta ton. 

Wilayah lain juga memilikinya. Seperti Cilacap dan Lumajang (Antara News, 2010; Antara News, 2011). 

Meski begitu, Jawa memang bergantung impor. Itu untuk kebutuhan skala besar. Namun, bengkel besi lokal tetap ada. Keberadaannya menjadi bukti penting. 

Contohnya ditemukan di situs Batujaya, Karawang. Ini membuktikan adanya produksi besi lokal. Produksi itu terjadi di tempat (Tirto.id, 2021; Kompas.com, 2010).

Jejak Besi di Situs Kuno

Situs Prajekan menjadi bukti penting. Lokasinya di Situbondo, Jawa Timur. Di sana ditemukan sebuah belati kuno. Belati itu punya gagang perunggu. 

Namun bilahnya terbuat dari besi. Benda ini diperkirakan sangat tua. Berasal dari abad sebelum Masehi. Kemungkinan besar untuk upacara seremonial (Berita Penelitian Arkeologi, 1986; Studocu). 

Lalu di Kawasan Percandian Batujaya, Karawang. Di sana juga ditemukan artefak besi. Artefak itu ada di dalam kuburan. Letaknya di bawah pondasi candi. 

Ini menunjukkan penggunaan besi sejak dulu. Bahkan pada masa awal candi dibangun (Kompas.com, 2010; National Geographic Grid). 

Penemuan ini menandakan kelanjutan tradisi. Tradisi dari masa prasejarah. Hingga masa Hindu-Buddha. Di masa itu, besi dianggap berharga. Ia menjadi sebuah simbol status sosial.

Sumber Besi dari Luar Jawa

Pasokan besi juga datang dari luar pulau. Ini selain dari sumber lokal Jawa. Pamor Luwu di Sulawesi sangat terkenal. Luwu dikenal sebagai penghasil besi berkualitas. 

Besinya bahkan diekspor ke Majapahit. Ini menunjukkan adanya jaringan perdagangan. Jaringan itu sudah mapan antarpulau (Adhityatama; Fajar.co.id, 2023). 

Produksi besi tradisional juga terus berlanjut. Itu berlangsung selama berabad-abad. 

Contohnya ada di Matano, Sulawesi. Ini membuktikan kesinambungan teknologi metalurgi. Teknologi itu bertahan dari abad ke-8. Hingga abad ke-18 (Atlantis Press, 2022). 

Data modern dari Kementerian ESDM ada. Data itu mencatat cadangan bijih besi. Cadangan nasional sekitar 927 juta ton. Namun, distribusinya tidak merata (Bisnis.com, 2021).

Pandai Besi dan Gelar "Empu"

Naskah kuno memperkuat posisi pandai besi. Posisi mereka sangat istimewa. Sebuah prasasti abad ke-9 mencatatnya. Mereka punya status khusus. 

Statusnya sebagai abdi kerajaan. Atau disebut mangilala drwaya haji. Ini menunjukkan betapa pentingnya peran mereka. Peran itu penting bagi para raja (Tirto.id, 2021). 

Legenda Empu Gandring juga menjadi bukti. Bukti kuat dari kitab Pararaton. Diceritakan bagaimana pandai besi sakti dihormati. Ia sangat disegani dalam budaya masyarakat (Wikipedia; Damariotimes.com, 2023).

Asal-usul gelar "Empu" sangat menarik. Gelar itu dikaitkan dengan Dewa Brahma. Kaitan itu ada di naskah Tantu Panggelaran. 

Konon, Brahma mengajarkan cara mengolah besi. Ia mengajarkannya dari jempolnya. 

Namun, kita harus ingat. Penting untuk membedakan mitos dan fakta. 

Mitos ini menunjukkan pandangan budaya. Pandangan tentang keahlian mengolah besi. Akan tetapi, gelar "empu" bisa berarti lain. Gelar itu bisa merujuk keahlian tinggi. Keahlian secara umum, tidak hanya pandai besi.

Pada akhirnya, besi lebih dari sekadar logam. Khususnya di Nusantara. Ia adalah entitas yang jauh lebih kompleks. Ia adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah. Juga dari teknologi, keyakinan, dan mitos. 

Semua itu membentuk peradaban kita. Memahami tuah besi membuka wawasan. 

Wawasan mendalam tentang kekayaan budaya. Serta kemajuan masyarakat kuno kita. Masyarakat di kepulauan ini sangat maju.

***

Referensi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun