Konsumsi gula berlebih sering dianggap sepele. Padahal, dampak buruknya bagi kesehatan sangat signifikan. Gula ada secara alami dalam buah dan susu.Â
Namun, gula tambahan perlu diwaspadai. Gula ini ada di minuman manis. Juga makanan cepat saji dan camilan. Efek negatifnya harus diwaspadai.Â
WHO merekomendasikan asupan gula bebas (2015). Asupannya kurang dari 10% total energi harian. Ini untuk mengurangi risiko obesitas. Juga untuk mengurangi kerusakan gigi.Â
Idealnya, kurang dari 5% saja. Ini untuk manfaat kesehatan tambahan (WHO, 2015).
Gula dan Ancaman Obesitas
Salah satu masalah utama adalah obesitas. Gula tambahan menyumbang kalori tanpa nutrisi. Contohnya seperti di minuman bersoda. Atau jus kemasan. Ini berarti kalori tinggi.Â
Namun tanpa vitamin, mineral, atau serat. Kalori ini cepat menumpuk di tubuh. Konsumsi minuman manis meningkatkan risiko obesitas. Khususnya minuman berpemanis gula (SSB).Â
Sebuah meta-analisis membuktikannya (Wang, et al., 2022). Konsumsi SSB meningkatkan risiko obesitas. Rasio Risikonya (RR) 1,17 (95% CI 1,10--1,25).Â
Gula berlebih bisa memicu nafsu makan. Ini mendorong orang makan lebih banyak. Akibatnya, berat badan jadi naik. Fenomena ini sangat berisiko. Terutama pada anak dan remaja.Â
Metabolisme tubuh mereka masih berkembang. Obesitas sejak usia dini bisa berlanjut. Hingga dewasa. Ini meningkatkan risiko penyakit kronis.
Peran Gula dalam Resistensi Insulin dan Diabetes
Konsumsi gula berlebih memicu resistensi insulin (American Diabetes Association). Kondisi ini terjadi saat tubuh tidak merespons insulin (WebMD).Â
Tubuh tidak meresponsnya secara efektif. Kadar gula darah jadi tinggi terus. Akibatnya, pankreas dipaksa bekerja keras.Â