Kita sering dengar Hindia Belanda itu indah. Tapi Bas Veth, seorang pedagang bule, malah menganggapnya neraka. Ia bilang tempat ini membosankan. Bahkan bikin otak tumpul!
Kisah ini memang dari zaman dulu. Tapi pelajarannya berlaku sampai sekarang. Sering kan, kita disuguhi janji muluk? Katanya begini, kenyataannya begitu.Â
Ini bisa bikin hati resah. Bikin dompet tipis. Bahkan bisa merusak rencana masa depan keluarga kita. Bas Veth, meski bule, menunjukkan bahwa tidak semua yang bersinar itu emas. Kita jadi lebih waspada. Tidak mudah dibohongi.
Kisah Bas Veth ini mengajarkan satu hal penting. Bahwa pandangan seseorang bisa sangat berbeda. Tergantung dari mana ia melihatnya. Bas Veth melihat Hindia Belanda membosankan. Bahkan disebut bikin otak tumpul (Veth, 1900).Â
Padahal, banyak orang bule lain memujinya. Kenapa beda? Karena Bas Veth tidak mau dekat dengan orang pribumi. Dia tidak coba memahami budaya kita (Beekman, 1980).Â
Ini seperti orang yang cuma lihat kulitnya. Tidak mau tahu dalamnya. Penelitian terbaru di Indonesia menunjukkan, sikap seperti ini masih sering terjadi.Â
Contohnya, ada riset dari penelitian yang didukung Program PHC Nusantara (2025) yang bilang, banyak pendatang asing yang cuma mau bergaul dengan sesamanya. Mereka jarang mau belajar bahasa lokal. Atau memahami kebiasaan warga asli.Â
Dampaknya, sering timbul salah paham. Padahal, jika mau terbuka, mereka bisa menemukan banyak hal indah. Budaya kita kaya sekali. Banyak tarian, musik, dan cerita yang luar biasa (Pusat Kajian Budaya Universitas Indonesia, 2024).Â
Sikap Bas Veth ini mirip. Dia cuma datang untuk bisnis. Kumpul uang lalu pergi. Tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Ini bikin dia tidak bisa melihat keindahan. Malah merasa menderita di sini.Â
Padahal, Hindia Belanda itu surga bagi yang mau menghargai. Jadi, intinya, jangan pernah menilai sesuatu dari satu sisi saja. Dan jangan cuma datang untuk untung. Tanpa mau mengerti orang lain.