Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jejak CEP dan IKP, Partai Agama di Era Kolonial

8 Juli 2025   19:00 Diperbarui: 3 Juli 2025   19:03 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Partai peserta Pemilu tahun 1971(Mengenal Kabinet RI Selama 40 Tahun Indonesia Merdeka (1985) via Kompas.com)

Partai agama di zaman penjajahan? Terdengar aneh. Tapi bagi kaum Kristen dan Katolik saat itu, partai adalah jalannya. Partai seperti CEP (Christelijk Ethische Partij) dan IKP (Indische Katholieke Partij) jadi satu-satunya harapan. Jalan agar suara mereka akhirnya didengar.

Kisah ini bukan soal politik yang bikin pusing. Ini soal perasaan. Perasaan ketika suara kita tidak dianggap. Saat kebutuhan keluarga kita tidak ada yang peduli.

Partai-partai itu adalah bukti. Bukti bahwa orang biasa, kalau bersatu, bisa menuntut haknya. Ini pelajaran penting untuk kita semua, hari ini.

Partai CEP dan IKP pada dasarnya soal bertahan hidup. Saat suatu kelompok merasa terancam atau diabaikan, mereka bersatu. Ini naluri dasar untuk melindungi komunitasnya. 

Pada zaman itu, sebagai minoritas, mereka butuh pegangan. Mereka butuh sebuah kepastian. Agar anak-anak mereka bisa sekolah dengan baik. Dan bisa beribadah dengan tenang. Partai menjadi cara mereka membangun benteng pertahanan.

Pola ini pun masih sangat relevan. Organisasi berbasis komunitas hadir mewakili aspirasi publik. Mereka juga menyampaikan kepentingan masyarakat kepada pemerintah (Universitas Terbuka, 2019). 

Tanpa wadah bersama, suara mereka akan hilang. Ditelan oleh suara mayoritas. Inilah inti pendirian partai-partai itu. Sebuah upaya kolektif. Untuk memastikan mereka tidak dilupakan. Agar mereka tetap ada.

Bagaimana cara mereka bertahan hidup lewat partai? Mereka fokus pada hal-hal paling dasar. Hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Ini adalah langkah-langkah nyata mereka.

- Melindungi nilai keluarga dan pendidikan anak.

Mereka cemas. Cemas jika aturan pemerintah tidak sejalan. Tidak sesuai dengan nilai agama mereka. Mereka ingin anak-anaknya mendapat pendidikan yang baik. Pendidikan yang sesuai dengan ajaran mereka. 

Partai CEP, misalnya, didirikan dengan tujuan jelas. Tujuannya memengaruhi prinsip yang mengatur Hindia Belanda. Juga prinsip yang memerintahnya (Statuten CEP, 1917, dikutip dalam Tirto.id, 2021). 

Ini bukan kalimat biasa. Ini adalah cara halus untuk bilang sesuatu. "Kami ingin ikut menentukan arah negara ini." "Terutama soal pendidikan dan juga moral." 

Mereka berjuang agar sekolah-sekolah mereka dapat berdiri. Agar nilai yang mereka pegang tetap kuat. Tidak luntur oleh zaman. Ini adalah perjuangan untuk masa depan generasi mereka.

- Menjaga suara di pemerintahan kota.

Mereka sadar. Nasib mereka ditentukan di balai kota. Di sanalah semua aturan dibuat. Aturan soal izin usaha. Aturan soal pajak. Aturan soal tata ruang. Jika tidak punya wakil, kepentingan mereka pasti terlewat. 

Partai IKP menargetkan kursi secara eksplisit. Kursi di dewan kota atau gemeenteraad (Nota Betreffende de IKP, 1917, dikutip dalam Tirto.id, 2021). 

Mereka berhasil. Beberapa nama dari partai ini duduk di dewan. Di kota Bandung, Surabaya, dan Batavia. Dengan adanya wakil, mereka bisa bersuara. 

Mereka bisa menolak aturan yang merugikan. Atau mengusulkan program yang membantu komunitas mereka. Ini adalah cara bertahan hidup yang sangat praktis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun