Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jejak Badak Priangan, Peringatan untuk Krisis Ujung Kulon

7 Juli 2025   14:00 Diperbarui: 3 Juli 2025   16:33 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Badak Jawa (SHUTTERSTOCK/SONY HERDIANA via KOMPAS.COM)

Pada tahun 1934 di Tasikmalaya, badak Jawa terakhir di Priangan mati ditembak. Ini bukan sekadar berita lama. Ini adalah kisah nyata tentang jejak berharga yang hilang dari tanah Pasundan, dan kini kita hidup di atas sisa-sisa kenangannya.

Kisah ini bukan soal hewan di hutan jauh. Ini tentang kita. Tentang cerita nenek moyang kita yang hilang. Nama jalan "Cibadak" atau rumah sakit "Rancabadak" itu buktinya. 

Dulu mereka ada di situ. Saat badak hilang, artinya kita kehilangan sebagian dari jati diri dan sejarah tanah tempat kita lahir dan besar. Ini soal akar kita yang tercerabut.

Inilah pesan utama untuk direnungkan. Nama tempat seperti 'Cibadak'. Atau 'Rancabadak'. Ini bukanlah sekadar nama. Ini adalah nisan. Nisan peringatan dari masa lalu. Berteriak kepada kita di masa kini. Kisah badak Priangan habis diburu. 

Ini cerminan persis kejadian sekarang. Di satu sisi, ada kabar baik. Tiga anak badak baru lahir. Di Ujung Kulon tahun 2023-2024. Ini membawa harapan baru (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2024). 

Namun di sisi lain, ancaman lama tetap mengintai. Populasi mereka kini sekitar 81-82. Ini setelah ada laporan kematian. Jumlahnya sangat rentan. 

Perburuan tetap jadi ancaman paling mematikan. Bagi semua spesies badak (International Rhino Foundation, 2024). Jadi, tiap kita lewat Jalan Cibadak. Kita sedang melihat hantu masa lalu. Hantu itu memperingatkan kita.

Kisah badak Priangan adalah cermin. Ia menunjukkan betapa mudahnya kita kehilangan. Sayangnya, cermin itu kini retak. Kita masih mengulangi kesalahan yang sama. Tepatnya di Ujung Kulon.

- Ancaman 1: Perburuan Tak Pernah Berhenti. 

Dulu di Priangan, badak ditembak karena dianggap hama. Sekarang di Ujung Kulon, mereka diburu karena culanya mahal. Motifnya beda, hasilnya sama: badak mati. Jaringan kriminal ini nyata. 

Penangkapan belasan pemburu pada 2023 adalah bukti bahwa ancaman ini tidak pernah benar-benar pergi (Mongabay, 2024). Ia hanya ganti baju dan semakin rapi.

- Ancaman 2: Rumah yang Makin Sempit. 

Hutan Priangan dulu luas, lalu direbut manusia. Sekarang, Ujung Kulon jadi satu-satunya rumah mereka. Kelihatannya aman, tapi ini bahaya. Seluruh populasi ada di satu tempat. 

Jika ada bencana, seperti tsunami dari Gunung Anak Krakatau, riwayat mereka bisa tamat seketika. Para ahli menyebut ini risiko konsentrasi yang sangat tinggi. Rumah mereka mungkin berpagar, tapi tetap saja sempit dan penuh risiko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun