Pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa. Tanpa jaminan penyerapan kerja yang tinggi dan gaji yang sepadan. Skema pinjaman berbasis waktu dapat jadi bom waktu finansial bagi lulusan (Ajaib, 2020).
Tingkat pengangguran terdidik. Serta ketidakpastian ekonomi pasca-kelulusan di Indonesia. Membuat risiko gagal bayar jadi ancaman nyata. Yang berpotensi membahayakan stabilitas finansial. Baik dari pihak peminjam dan lembaga keuangan.
Fokus pemerintah harusnya. Tidak pada bagaimana cara berutang yang lebih mudah. Tapi pada bagaimana cara memperluas akses tanpa utang. Solusi yang berkelanjutan sudah ada dan perlu dioptimalkan.
Pertama, optimalisasi dana abadi pemerintah. LPDP punya mandat menyalurkan beasiswa. Kini ada dorongan pemanfaatannya dikaji ulang. Untuk kebutuhan dalam negeri lebih masif (Antaranews, 2024).
Ini sumber daya finansial signifikan. Dana ini mampu dialihkan. Untuk mensubsidi biaya UKT. Juga menyediakan beasiswa penuh. Bagi mahasiswa berprestasi dalam negeri.
Kedua, penguatan peran sektor swasta. Melalui program CSR mereka. Banyak perusahaan Indonesia punya program beasiswa. Ini bagian tanggung jawab sosial mereka.Â
Hal ini terbukti berdampak positif. Pada peningkatan akses pendidikan. Bagi masyarakat kurang mampu (Jurnal Cendikia, 2024).
Skema ini beragam bentuknya. Mulai dari beasiswa penuh. Hingga bantuan biaya hidup. Menawarkan jalan bebas utang bagi mahasiswa. Dengan insentif yang mendukung. Kontribusi korporat dapat menjadi pilar penting.
"Mendorong mahasiswa berjuang raih beasiswa. Adalah investasi pada kualitas. Sementara mendorong mereka ke utang. Adalah pertaruhan pada ketidakpastian."
Sebuah Pilihan di Pagi Hari
Pagi datang membawa kepastian. Cahaya matahari menerobos celah jendela kamar Almira. Mengusir sisa remang dan keraguan semalam. Ia tidak terlihat lelah. Matanya jernih, gerakannya tegas.
Di layar laptop. Laman penawaran pinjaman masih terbuka. Dengan satu klik mantap, Almira menutup tab itu.