Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, menegaskan bahwa penggerebekan tersebut melanggar ketentuan yang ada dalam KUHAP, UU 35/2009, dan UU TNI, yang tidak memberi kewenangan militer untuk menangani pelanggaran narkotika.
Dampak Potensial dari Penyalahgunaan Wewenang
Tindakan TNI dalam kasus ini tidak hanya menimbulkan kontroversi, tetapi juga membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan.
Hendardi mengingatkan bahwa militer tidak memiliki mekanisme pengawasan peradilan seperti Polri atau kejaksaan. Tidak adanya pengawasan yang jelas bisa membuat tindakan TNI menjadi tidak sah.Â
Ini berisiko merusak ketertiban hukum di Indonesia. Yang dirugikan dalam hal ini adalah masyarakat dan sistem hukum itu sendiri.
Kurangnya koordinasi antara TNI dan Polri bisa memperburuk situasi.Â
Dave Laksono, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, menekankan bahwa meskipun TNI mendukung penegakan hukum, Polri tetap yang memegang peran utama.Â
Namun, kenyataannya tidak ada koordinasi yang jelas antara kedua lembaga ini. Hal ini dapat menyebabkan ketidakjelasan tentang keabsahan bukti atau prosedur penahanan.
Penguatan Koordinasi Lembaga Negara
Untuk menghindari masalah serupa di masa depan, perlu memperkuat koordinasi antara TNI, Polri, dan BNN. Koordinasi yang jelas memastikan bahwa setiap lembaga tetap menjalankan kewenangannya.Â
Ketika TNI mendapatkan laporan tentang aktivitas ilegal, mereka seharusnya meneruskan informasi tersebut kepada Polri atau BNN untuk ditindaklanjuti, bukan bertindak langsung.
Selain itu, kita perlu meninjau kembali mekanisme hukum yang ada. Semua lembaga penegak hukum harus bertindak sesuai aturan. Penguatan peran Polri dan BNN dalam pemberantasan narkoba sangat penting.Â
Mereka yang memiliki kewenangan penuh dalam penyelidikan dan penyidikan narkoba harus mendapat dukungan yang memadai untuk melaksanakan tugas dengan optimal.