Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Bagaimana Green Accounting dan Carbon Pricing Mendorong Perubahan Industri?

27 April 2025   02:00 Diperbarui: 20 April 2025   15:34 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pajak karbon adalah upaya pemerintah mengendalikan perubahan iklim yang masif, di Indonesia menggunakan skema cap and tax. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Green accounting dan carbon pricing mengubah cara bisnis Indonesia beroperasi menuju keberlanjutan yang lebih nyata.

Istilah green accounting mungkin terdengar rumit. Tapi, sebenarnya, konsep ini mulai mengubah cara perusahaan mengelola bisnisnya. Khususnya di sektor manufaktur. 

Di tempat seperti daerah Cimahi yang punya banyak pabrik, isu ini jadi penting. Di sini, green accounting bukan hanya teori. Tapi sudah diterapkan di dunia nyata. 

Bahkan, sekarang ada aturan yang mengharuskan perusahaan mencatat emisi karbon dalam laporan keuangan mereka. Apakah ini solusi nyata atau hanya tren sementara?

Carbon Pricing: Ujian Nyata untuk Manufaktur Indonesia

Sebelum kita bahas green accounting, kita harus tahu dulu tentang carbon pricing. Ini adalah kebijakan yang memberi harga pada emisi karbon. 

Pemerintah Indonesia akan menerapkan pajak karbon pada 2025. Tarifnya Rp 30.000 per ton COe untuk sektor energi dan manufaktur.

Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2025, 146 PLTU batu bara di Indonesia sudah terlibat dalam perdagangan karbon. 

Sistem cap and tax yang diterapkan memaksa perusahaan untuk memilih. Antara mengurangi emisi atau bayar denda besar. Kebijakan ini berlaku untuk sektor energi dan manufaktur. Artinya, perusahaan di kawasan industri seperti Cimahi juga terkena dampaknya.

Yang menarik, kebijakan ini mengubah cara perusahaan melihat biaya. Mereka tidak hanya menghitung biaya operasional biasa. Tapi juga biaya terhadap lingkungan. 

Perusahaan harus mencari cara mengurangi emisi sambil tetap efisien dalam produksi. Ini memberi tantangan sekaligus peluang untuk berpikir lebih kreatif dalam bekerja.

Studi Kasus: Efisiensi vs Biaya Transisi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun