Setelah 33 tahun, Tupperware tutup di Indonesia, meninggalkan pelajaran penting tentang adaptasi dan perubahan bisnis.
Tupperware adalah nama yang sangat dikenal. Banyak orang ingat Tupperware karena ibu sering pakai untuk bekal sekolah. Atau mungkin kamu pernah dapat Tupperware sebagai hadiah dari arisan.Â
Tupperware sudah ada lebih dari 30 tahun. Orang suka Tupperware karena kualitasnya yang baik dan cara mereka jual yang dekat dengan konsumen. Mereka jual langsung ke orang-orang lewat agen.Â
Tapi setelah 33 tahun, Tupperware memutuskan untuk tutup di Indonesia. Mereka juga tutup di beberapa negara lain. Keputusan ini membuat banyak orang terkejut. Tapi kenapa Tupperware yang sudah terkenal ini harus tutup?
Kenangan & Kisah Personal
Kenangan dengan Tupperware pasti kuat di banyak orang. Ingatkah kamu ibu mengemas bekal sekolah pakai Tupperware? Atau mungkin kamu dulu beli Tupperware karena modelnya yang keren dan warna-warni?Â
Beberapa orang bahkan bangga punya koleksi Tupperware. Wadah-wadah itu lebih dari sekadar tempat makanan. Mereka sudah menjadi bagian dari kehidupan kita. Desainnya yang tahan lama dan praktis membuat Tupperware jadi simbol kepraktisan di rumah.
Namun, barang ikonik pun bisa berubah. Dulu, kita pikir Tupperware akan selalu ada. Tapi model bisnis mereka yang mengandalkan penjualan langsung lewat agen sekarang mulai tertinggal. Orang lebih suka cara jual yang lebih modern dan praktis.Â
Tupperware, meski produknya bagus, tidak bisa beradaptasi dengan cepat. Mereka harus merelakan masa kejayaannya berlalu.
Era Baru, Strategi Usang?
Dunia bisnis berubah dengan cepat. Dulu, penjualan langsung jadi cara utama untuk jual produk. Agen akan bertemu langsung dengan konsumen dan membangun hubungan.Â
Tapi sekarang, dunia digital menawarkan cara yang lebih mudah dan cepat. Konsumen sekarang lebih suka beli barang lewat ponsel. Tidak perlu lagi ketemu agen atau pergi ke acara penjualan. Cukup klik di ponsel, semua bisa dibeli.