Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ngabuburit di Rel Kereta, Antara Tradisi, Risiko dan Solusi

9 Maret 2025   06:00 Diperbarui: 9 Maret 2025   03:23 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PT KAI melarang sekelompok remaja yang duduk di perlintasan kereta api Kisaran-Rantau Prapat, (6/3/2025). (PT KAI Sumut via Kompas.com)

Selain itu, ada faktor lain yang sering diabaikan. Getaran rel bisa membuat orang kehilangan keseimbangan.  

Banyak yang merasa aman duduk jauh dari tengah rel. Padahal, saat kereta melintas cepat, getarannya bisa menyeret orang ke jalur kereta.  

PT KAI sudah meningkatkan patroli dan sosialisasi ke warga. Tapi tanpa pola pikir baru dan tempat alternatif, peringatan saja tidak cukup.  

Taman Kota Sebagai Alternatif Ruang Publik  

Jika larangan tak cukup efektif, apa solusinya?  

Pemerintah Sumut mulai menyadari pentingnya ruang alternatif. Menurut Antaranews, tahun 2026 akan dibangun 10 taman kota baru.  

Langkah ini bagus, tapi pembangunan saja tidak cukup. Banyak taman kota justru terbengkalai atau tidak sesuai kebutuhan warga.

Agar taman baru benar-benar jadi solusi, ada beberapa hal penting:  

  • Mudah Diakses. Lokasinya strategis, gampang dijangkau warga. 
  • Fasilitas Lengkap. Harus ada tempat duduk, penerangan, toilet, dan parkiran.  
  • Keamanan Terjamin. Jika tidak aman, warga tetap akan kembali ke rel.  
  • Kegiatan Menarik. Bisa ada bazar, diskusi, atau lomba anak-anak saat Ramadan.  

Jika ini dilakukan dengan baik, ngabuburit bisa lebih aman dan nyaman.  

Menjaga Tradisi, Menghindari Tragedi  

Ngabuburit di rel mungkin terdengar aneh bagi sebagian orang. Tapi ini bukan sekadar aksi nekat. Ini soal keterbatasan ruang publik dan tradisi kebersamaan.  

Namun, kebiasaan ini berisiko. Tradisi tidak harus mengorbankan nyawa.  

Solusinya? Edukasi yang lebih masif dan pendekatan yang lebih manusiawi. Ruang alternatif harus tersedia agar warga punya pilihan lebih aman.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun