Kasus ini juga mempertegas ketidakpuasan publik terhadap perilaku pejabat yang dianggap tidak sejalan dengan prinsip kesederhanaan.Â
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sendiri sudah berulang kali mengingatkan anggotanya untuk tidak hidup bermewah-mewahan.Â
Bahkan, pada Agustus 2023, Kapolri dengan tegas menyatakan bahwa gaya hidup mewah di kalangan kepolisian akan menggerogoti citra institusi. Imbauan yang nampaknya enggan digubris. Â
Ketika publik melihat ada anggota kepolisian yang tetap mempertontonkan kekayaan, pesan yang tersampaikan bukan hanya soal satu individu. Ini menegaskan anggapan bahwa di dalam tubuh Polri masih ada budaya hedonisme yang sulit dihilangkan. Â
Kepercayaan Publik ke Polri Sudah di Titik Nadir Â
Kasus pesta ulang tahun ini mungkin hanya satu dari sekian banyak peristiwa serupa. Namun, dampaknya lebih besar dari yang terlihat. Â
Menurut survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dipublikasikan oleh Katadata, kepercayaan publik terhadap Polri hanya berada di angka 58%, terendah dibandingkan lembaga penegak hukum lainnya.Â
Ini bukan sekadar statistik. Angka ini mencerminkan betapa besar jurang ketidakpercayaan masyarakat terhadap polisi. Â
Ada beberapa faktor yang membuat kepercayaan ini terus menurun. Salah satunya adalah persepsi bahwa hukum di Indonesia tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.Â
Masyarakat terbiasa melihat kasus-kasus kecil, seperti pelanggaran lalu lintas, ditindak dengan tegas. Tapi ketika ada isu yang melibatkan pejabat tinggi, respons yang muncul sering kali tidak sebanding. Â
Kasus ini diperburuk oleh fakta bahwa Kapolda Kalsel belum melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Â
Padahal, sebagai pejabat negara, ia wajib melaporkan seluruh kekayaannya secara terbuka. Fakta ini pertama kali dikonfirmasi oleh KPK dalam pernyataan resminya, yang kemudian dikutip oleh Tempo dan beberapa media lainnya. Â