Mohon tunggu...
Aida Lathifa
Aida Lathifa Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN Yogyakarta. Sedang belajar, belajar, dan belajar. .

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lingkungan Agamis, Pribadinya Juga Agamis?

19 Desember 2013   15:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:44 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13874428201436033454

Semua agama mengajarkan kebaikan kepada setiap pemeluknya. Tidak ada agama yang mengajarkan hal-hal buruk dan tidak terpuji. Seperti halnya, dalam agama Islam. Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, yaitu agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia. Artinya, sesama makhluk Tuhan harus saling menyayangi. Salah satu langkah saling menyayangi adalah dengan berperilaku jujur dengan siapapun. Jujur sendiri bisa diartikan mengatakan sesuatu yang sebenarnya, tidak menutupi dan sesuai dengan kenyataan.

Saat ini perilaku jujur sepertinya sudah menjadi barang langka dari kehidupan di masyarakat. Lalu, bagaimana perilaku jujur di lingkungan agamis? Apakah berbeda dari yang ada di masyarakat umum? Atau sama saja? Berikut sedikit pengalaman dari seseorang, yang mungkin akan menjadi resensi anda untuk menilai bagaimana eksistensi kejujuran di zaman sekarang.

Sebut saja namanya Zelda, Zelda adalah mahasiswi di sebuah Perguruan Tinggi Negeri Islam. Pada suatu sore, seusai dia mengerjakan tugas kuliah di kampus, tepatnya pukul 17.00 dia bergegas pulang. Karena mungkin dia sudah penat dan lelah seharian di kampus, pikirannya sudah ingin pulang dan beristirahat, dia lupa bahwa handphone-nya tertinggal di kelas. Saat itu kampus sudah sepi karena memang batas kuliah di kampusnya hanya sampai sore. Langkah pertama yang dia lakukan adalah menghubungi pegawai kampus yang bertugas mengunci pintu-pintu kelas, tapi pegawai itu menjawab bahwa dia tidak mengecek pintu kelas tersebut karena masih ada beberapa mahasiswa dari jurusan lain yang masuk setelah Zelda keluar dari ruangan itu.

Keesokan harinya, Zelda menemui pegawai itu untuk menanyakan keberadaan handphone-nya, tapi jawaban masih sama..dia tidak tahu apa-apa dan akan dia tanyakan kepada mahasiswa yang masuk ruangan tersebut setelah Zelda keluar. Sorenya, entah Zelda sedang beruntung atau doa dia dikabulkan, pegawai itu menemui Zelda dan memberikan handphone-nya yang hilang walaupun ada sedikit persyaratan darinya :D

Setelah beberapa saat dia senang, selanjutnya dia merasakan keanehan pada Handphone-nya. Kenapa ? Yang pertama, karena handphone-nya dalam keadaan recovery system (error). Yang artinya, Handphone itu sudah diotak-atik agar kembali ke setelan pabrik.

Yang kedua adalah memory card (MMC) yang ada di handphone-nya bukan memory dia. Anehnya lagi, memory yang sekarang ada di handphone-nya adalah memory milik temannya. Kebetulan memory itu ada didalam Handphone yang juga pernah hilang di kampus. Hmm… aneh bukan? Karena Zelda merasa janggal, akhirnya dia menanyakan kepada pegawai itu tentang siapa sebenarnya yang menemukan handphone tersebut, tapi apa jawabannya? Dia menjawab bahwa yang menemukan itu jarang di kampus karena sudah semester 12. (What ? ini kan semester ganjil, masak ada semester 12), kemudian juga ketika ditanya siapa nama yang menemukan, lagi-lagi pegawai itu menjawab tidak tahu.

Zelda tidak bermaksud untuk menuduh atau berprasangka buruk kepada pegawai itu, tapi kenyataan dan bukti-bukti yang ada menguatkan prasangka buruknya itu. Ditambah lagi, pengakuan dari salah satu temannya yang menyatakan bahwa tidak ada mahasiswa lain yang masuk setelah Zelda keluar dari ruangan pada saat kejadian handphone-nya hilang tersebut. Dilogika saja.

Ironis memang kejadian seperti itu terjadi di sebuah lingkungan yang bernafaskan islam. Sebuah lingkungan yang dianggap sebagai lingkungan yang memiliki sumber daya manusia dengan pribadi dan perilaku yang islami tidak bisa dijadikan patokan atau tolak ukur menjadikan seseorang yang ada dilingkungan tersebut islami juga. Pergaulan juga bisa mempengaruhi bagaimana pribadi seseorang itu terbentuk. Jika seseorang tersebut berasal dari lingkungan islami misalnya di lingkungan pendidikan, keluarga dan tempat tinggal yang islami namun bergaul dengan orang-orang atau di lingkungan yang kurang baik juga akan mempengaruhi perangai, sikap, pribadi dan sifat orang tersebut.

Jadi, menurut saya lingkungan yang islami bukan jaminan orang-orang yang ada didalamnya berperilaku islami juga. Percaya atau tidak, fenomena seperti ini sering terjadi disekitar kita. Benar ?


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun