Pelabuhan Kali Adem dipenuhi lautan manusia yang hendak berakhir pekan. Tempat yang paling populer untuk menuju Pulau Seribu karena memiliki harga tiket yang murah dengan fasilitas sederhana menjadi awal pijakan perjalanan kami kali ini. Tim beranggotakan tiga puluh orang dengan kaos seragam berwarna putih lengkap dengan topi bergambar pohon kelapa bertuliskan “Voluntrip Jiwa Pemuda” membuat kami terlihat kompak dan siap untuk mengarungi lautan. Dengan menaiki kapal kayu tradisonal, perjalanan menuju Pulau Harapan kami tempuh selama tiga jam lamanya. Meski menghabiskan waktu yang cukup lama, masing-masing dari kami tidak merasa bosan karena selama perjalanan saling bertukar cerita. Perbedaan latar belakang dari setiap peserta mulai terlihat dari bagaimana kami berinteraksi. Ada yang berasal dari Aceh, Banten, Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta dan sebagainya membuat perjalanan ini lebih berwarna.
Memilih Pulau Harapan sebagai tempat untuk bermalam adalah pilihan yang tepat. Pulau dengan gradasi warna air laut yang sangat eksotis, memadukan keindahan alam tropis dan menawarkan pengalaman unik untuk menyusuri konservasi penyu mengawali kesenangan kami selama mengembara di Pulau Seribu. Tepat pukul 10.00 WIB kami sampai di Pulau Harapan dan langsung melanjutkan perjalanan menuju penginapan. Memiliki luas 15,52 km² membuat Pulau Harapan seperti labirin, hal ini terlihat dari bagaimana rute perjalanan kami untuk sampai ke penginapan.
Waktu beristirahat kami manfaatkan untuk saling mengenal satu sama lain lebih jauh. Sebelumnya kami sudah dibagi menjadi beberapa kelompok untuk menempati kamar yang sudah disediakan. Mayoritas peserta mengikuti voluntrip kali ini karena merasa suntuk mengisi waktu libur panjang dan sebagai bentuk refreshing sebelum menghadapi semester akhir di perkuliahan.
Pukul 13.00 WIB, kami dipersilakan untuk bersiap-siap dan bergegas menuju kapal kayu. Rencana perjalanan menuju Pulau Macan untuk snorkeling adalah 60 menit, namun sangat disayangkan kapal yang kami tumpangi harus mati di tengah perjalanan dan terombang-ambing di tengah laut selama dua jam lamanya. Cuaca terik tepat di atas kepala membuat peluh bercucuran yang jika terjatuh melintasi bibir akan terasa asin bak air laut, belum lagi rasa khawatir yang muncul serta obrolan dari pihak panitia ditambah bau sangit disertai dengan asap berwarna hitam menunjukkan bahwa ada oli yang terbakar di luar mesin semakin menambah kepanikan yang kentara.
“Oli mana oli?!” teriakan berlogat Betawi menghiasi gelagat panik dari salah satu awak kapal.
Untungnya setelah beberapa kali meminta bantuan pada kapal lain yang berlayar, kapal kayu dengan bentuk lebih kecil dikerahkan untuk membawa kami menuju Pulau Dolphin, tidak ke Pulau Macan. Beberapa panitia menghampiri dan meminta maaf atas tragedi yang tidak diinginkan tadi. Dengan berat hati kami mengikuti arahan dan melanjutkan perjalanan. Sesampainya di sana, kami cukup terkesima dengan nuansa khas yang ditunjukkan seakan-akan mempersilakan kami untuk bernyanyi di bawah langit pantai. Setelah mendapat tempat untuk berkumpul dan menaruh barang bawaan, kami dibebaskan untuk bersenang-senang di Pulau Dolphin selama waktu yang sudah ditentukan. Ada hal menarik di Pulau Dolphin ini. Selain menjadi pulau yang jarang dikunjungi oleh wisatawan, Pulau Dolphin memiliki kondisi pantai yang landai. Kelandaian ini memungkinkan kami untuk bermain voli pantai, futsal, berjemur bahkan untuk mendirikan tenda dan menyalakan api unggun.
Beberapa dari kami memilih untuk bermain banana boat secara bergantian. Menaiki banana boat adalah pengalaman yang penuh dengan keseruan dan memacu adrenalin. Sebelum berangkat, ada rasa kegembiraan yang meluap-luap. Suara ombak dan angin laut menciptakan rasa antisipasi yang tinggi. Saat banana boat mulai melaju, adrenalin pun mengalir. Kecepatan yang meningkat dan gelombang laut yang mengombang-ambingkan kami membuat suasana hati semakin mendebarkan. Salah satu bagian yang paling mendebarkan adalah ketika banana boat berbelok tajam atau melompati gelombang besar. Rasa tegang muncul saat hampir terjatuh, diiringi dengan ledakan tawa ketika seluruh penumpang terjatuh ke laut secara bersamaan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 WIB, kami kembali menaiki kapal kayu yang sudah selesai diperbaiki. Perjalananpun berlanjut menuju Pulau Macan yang sempat ingin dituju sebelumnya. Kami dipersilakan untuk melakukan snorkeling bersama. Keindahan biota laut dapat terlihat dengan jelas dan menggugah kesenangan tersendiri. Ikan-ikan cantik berwarna cerah seolah menari membersamai kemanapun kami pergi. Keelokan karangpun seakan menyambut kami dengan menyuguhkan keindahan bentuk dan jenisnya.
Cukup lama kami snorkeling bersama, hingga tak terasa langit jingga mulai memenuhi pandangan kami. Suasana laut terasa berbeda sore ini, nuansa tenang karena jingga yang semakin menyala serta desiran angin yang menerpa membuat kami ingin semakin berlama-lama menikmatinya. Sayangnya waktu berputar begitu cepat, langit yang semula jingga kini memudar menjadi hamparan gelap tanpa cahaya seolah meminta kami untuk segera kembali ke rumah masing-masing. Dengan perasaan setengah tidak ikhlas, kami menyudahi kesenangan bersama ikan dan terumbu karang ini.
Suasana laut malam hari memiliki pesona yang unik dan menenangkan. Suara ombak yang menghantam mesin kapal menciptakan melodi alami seolah-olah mengajak untuk merenung dan menikmati keindahan alam. Beban tentang tugas kuliah, pekerjaan dan tanggung jawab lainnya seakan sirna terbawa angin malam yang sejuk berhembus lembut. Perjalanan kembali menuju Pulau Harapan menciptakan pengalaman yang mendalam dan tak terlupakan bagi siapa pun yang ingin merasakan kedamaian dan keajaiban alam di bawah langit yang berbintang.