Mohon tunggu...
Aida Badriatun Najah
Aida Badriatun Najah Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Saya merupakan mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa "Matematika bukan sekadar angka dan rumus, tetapi tentang cara berpikir dan memecahkan masalah. Mari menjelajahinya bersama"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Matematika Sesulit yang Kita Bayangkan?

17 Maret 2025   14:10 Diperbarui: 17 Maret 2025   14:05 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan, karena penuh dengan rumus dan soal-soal yang membingungkan. Sering kali, banyak orang merasa minder dan tidak mau untuk mempelajarinya. Tapi, benarkah matematika sesulit yang kita bayangkan?

Terdapat anggapan yang menyatakan bahwa matematika hanya untuk orang-orang jenius, karena matematika banyak rumus-rumus yang sulit dan tidak berguna untuk kehidupan. Pada kenyataannya, matematika adalah keterampilan yang bisa dipelajari oleh siapa saja asalkan tekun dan rajin latihan. Pemahaman konsep lebih penting daripada menghafalkan rumus, karena jika sudah memahami konsep dasar, kita dapat menyelesaikan soal dengan lebih mudah dan tepat. Ya, tentu saja matematika selalu ada di sekitar kita, mulai dari menghitung uang belanja, mengukur luas ruangan, hingga memahami statistik dalam berita.

Matematika terasa sulit karena kurangnya pengalaman belajar, kurang pemahaman mengenai konsep dasar, serta ada rasa takut salah dalam mengerjakan soal. Agar belajar matematika jadi lebih mudah kita harus menggunakan cara belajar yang menyenangkan seperti bermain game matematika atau dengan menggunakan aplikasi pembelajaran, kita harus mulai dengan memahami konsep dasar sebelum mempelajari materi yang lebih sulit, rutin mengerjakan soal-soal latihan secara rutin untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman, jangan ragu untuk menanyakan materi yang belum dipahami, dan tentu yang paling utama adalah harus mengubah pola pikir negatif tentang matematika.

Matematika sangatlah berguna dalam kehidupan sehari-hari contohnya yaitu bisa digunakan ketika menghitung bunga bank, mengatur anggaran belanja, memahami investasi, matematika juga bisa memahami algoritma komputer, mengembangkan aplikasi, menganalisis data, serta bisa digunakan untuk proporsi dan geometri dalam karya seni. Kesulitan dalam belajar matematika sering kali disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya pemahaman dasar, kurangnya pengalaman belajar yang menyenangkan, metode pembelajaran yang kurang variatif, serta rasa takut untuk melakukan kesalahan. Banyak peserta didik mengalami hambatan dalam memahami materi karena tidak adanya jembatan yang menghubungkan antara konsep yang telah dipelajari sebelumnya dengan konsep baru yang lebih kompleks. Hal ini menyebabkan banyak siswa merasa frustasi dan kehilangan motivasi dalam belajar.

Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang efektif yang dapat membantu peserta didik dalam memahami materi secara lebih bertahap dan sistematis. Salah satu strategi yang telah terbukti efektif dalam membantu peserta didik dalam belajar matematika adalah strategi scaffolding. Strategi ini memungkinkan peserta didik untuk membangun pemahamannya secara bertahap dengan bantuan yang diberikan oleh guru maupun sumber belajar lainnya. Dengan pendekatan scaffolding, peserta didik tidak hanya diberikan jawaban secara langsung, tetapi diarahkan untuk menemukan solusi sendiri melalui bimbingan yang sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. Dengan demikian, mereka dapat belajar dengan lebih mandiri dan percaya diri.

Konsep scaffolding dalam pembelajaran matematika melibatkan berbagai strategi yang bertujuan untuk membantu peserta didik membangun pemahaman terhadap konsep-konsep matematis. Bantuannya bisa berupa petunjuk, pertanyaan yang membimbing, contoh dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan alat peraga, serta dukungan dari guru atau teman. Hal terpenting untuk scaffolding yang sukses adalah pemahaman tentang pengetahuan dan kemampuan peserta didik sebelumnya. Guru harus memastikan apa yang telah diketahui peserta didik sehingga bisa "ketagihan", atau terhubung dengan pengetahuan baru dan dibuat relevan dengan kehidupan peserta didik, sehingga meningkatkan motivasi belajar.

Guru harus memberikan tugas yang berada dalam Zona Perkembangan Proksimal peserta didik, yaitu tugas yang tidak terlalu mudah tetapi juga tidak terlalu sulit. Misalnya, dalam pembelajaran perkalian, jika peserta didik belum memahami konsep dasar, guru dapat memulai dengan pengulangan penjumlahan sebelum memperkenalkan tabel perkalian. Dalam geometri, guru dapat menggunakan contoh nyata, seperti menghitung luas meja atau lantai kelas, sebelum memperkenalkan rumus formal. Bantuan dalam scaffolding diberikan secara bertahap. Pada awalnya, guru dapat memberikan bimbingan yang lebih banyak, seperti menjelaskan langkah-langkah penyelesaian soal secara rinci, kemudian secara perlahan mengurangi bantuan tersebut hingga peserta didik mampu menyelesaikannya sendiri. Contohnya, dalam pembelajaran persamaan kuadrat, guru dapat terlebih dahulu memberikan contoh penyelesaian yang lengkap, lalu secara bertahap meminta peserta didik mengisi bagian yang hilang hingga mereka dapat menyelesaikannya sendiri.

Penggunaan representasi visual dan nyata juga sangat membantu dalam scaffolding. Diagram, model, dan alat bantu manipulatif dapat digunakan untuk mempermudah pemahaman konsep abstrak. Misalnya, untuk memahami pecahan, guru dapat menggunakan kertas lipat atau kue yang dipotong-potong untuk menunjukkan bagaimana pecahan bekerja dalam kehidupan nyata. Dalam pembelajaran grafik fungsi, perangkat lunak seperti GeoGebra dapat digunakan untuk membantu peserta didik memahami perubahan grafik ketika persamaan diubah. Selain itu, guru dapat memberikan pertanyaan yang membimbing agar peserta didik berpikir lebih dalam dan menemukan solusi sendiri. Misalnya, saat mengajarkan konsep luas, guru bisa bertanya, "Bagaimana cara menghitung luas suatu bentuk yang tidak beraturan?" untuk mendorong peserta didik berpikir lebih kreatif. Dalam probabilitas, guru dapat bertanya, "Bagaimana cara menentukan kemungkinan menang dalam sebuah permainan dadu?" agar peserta didik menganalisis sendiri konsep peluang.

Umpan balik yang konstruktif juga merupakan bagian penting dari scaffolding. Umpan balik harus bersifat membangun dan memberikan arahan agar peserta didik dapat memperbaiki kesalahan mereka. Jika peserta didik salah dalam menjawab soal, guru dapat berkata, "Bagus, kamu sudah mencoba! Coba lihat lagi langkah ketiga, apakah ada yang bisa diperbaiki?" agar peserta didik tetap termotivasi. Dalam pembelajaran aljabar, guru bisa memberikan umpan balik yang lebih spesifik seperti, "Perhatikan kembali tanda operasi yang kamu gunakan di langkah kedua. Apakah sudah sesuai dengan aturan distributif?"

Untuk menerapkan strategi scaffolding dalam pembelajaran matematika, guru dapat memberikan bantuan bertahap yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Salah satu contohnya adalah dalam pembelajaran pecahan di tingkat sekolah dasar. Misalnya, sebelum peserta didik diperkenalkan dengan operasi pecahan yang lebih kompleks seperti penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan penyebut berbeda, guru dapat terlebih dahulu memberikan pengalaman konkret. Guru dapat menggunakan model manipulatif seperti kue yang dipotong menjadi beberapa bagian atau kertas lipat untuk menunjukkan bagaimana pecahan bekerja dalam kehidupan nyata. Dengan cara ini, peserta didik lebih mudah memahami konsep sebelum beralih ke representasi simbolik.

Contoh lainnya adalah dalam pembelajaran persamaan kuadrat di tingkat sekolah menengah. Awalnya, guru dapat memberikan contoh penyelesaian persamaan kuadrat secara lengkap dengan menggunakan metode pemfaktoran. Setelah peserta didik memahami langkah-langkahnya, guru dapat mulai mengurangi bantuan dengan memberikan soal yang memiliki bagian yang kosong untuk diisi oleh peserta didik. Secara bertahap, guru hanya memberikan petunjuk singkat hingga peserta didik mampu menyelesaikan soal secara mandiri. Dalam pembelajaran geometri, guru dapat menggunakan pendekatan berbasis konteks dengan menanyakan, "Bagaimana cara menghitung luas lantai kelas ini?" Pertanyaan ini membimbing peserta didik untuk menghubungkan konsep luas dengan benda nyata di sekitar mereka. Dengan memberikan pertanyaan yang menggugah pemikiran, peserta didik tidak hanya menghafal rumus, tetapi juga memahami konsep di baliknya.

Pembelajaran dengan strategi scaffolding berbeda dari strategi dan alat pendukung pengajaran lainnya dalam hal apa yang peserta didik maksudkan untuk keluar dari kesulitan, waktu dukungan, dan bentuk dukungan. Strategi scaffolding dapat diterapkan dalam berbagai konteks pembelajaran matematika. Berikut adalah beberapa contoh penerapan scaffolding dalam pembelajaran matematika:

  • Menggunakan Model dan Alat Peraga
    • Dalam pembelajaran pecahan, guru dapat menggunakan manipulatif seperti potongan kertas atau blok pecahan untuk membantu peserta didik memahami konsep pecahan sebagai bagian dari keseluruhan.
      • Memberikan Petunjuk Bertahap
      • Saat mengajarkan persamaan linear, guru dapat memberikan contoh yang lebih sederhana terlebih dahulu sebelum memberikan soal yang lebih kompleks.
      • Diskusi dan Kolaborasi
      • Peserta didik dapat bekerja dalam kelompok kecil di mana mereka saling membantu dalam memecahkan masalah matematika, dengan guru bertindak sebagai fasilitator.
      • Menyediakan Kartu Petunjuk atau Panduan
      • Guru dapat memberikan kartu petunjuk yang berisi langkah-langkah penyelesaian masalah, yang nantinya dapat dikurangi secara bertahap seiring dengan meningkatnya kemampuan peserta didik.

Penerapan strategi scaffolding dalam pembelajaran matematika memiliki berbagai manfaat, di antaranya untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik bisa memahami konsep dengan lebih baik karena mereka mendapatkan bimbingan yang tepat, meningkatkan kemandirian belajar disini maksudnya peserta didik bertahap dapat menyelesaikan tugas mereka tanpa bantuan guru, membangun kepercayaan diri karena dengan bimbingan yang diberikan peserta didik akan merasa lebih percaya diri dalam mengerjakan soal matematika, dan tentunya dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik karena scaffolding membuat pembelajaran lebih menarik. Evaluasi formatif merupakan komponen penting dalam scaffolding untuk menyesuaikan tingkat dukungan pembelajaran sesuai kemajuan peserta didik. Secara umum, strategi scaffolding efektif meningkatkan kualitas pembelajaran matematika peserta didik dan mengembangkan pemahaman yang mendalam. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan scaffolding sangat penting untuk mendukung keberhasilan pembelajaran matematika peserta didik.

Strategi scaffolding dalam pembelajaran matematika merupakan metode yang sangat efektif dalam membantu peserta didik memahami konsep-konsep matematika dengan lebih baik. Dengan memberikan tantangan yang sesuai, bantuan bertahap, representasi visual, serta pertanyaan yang membimbing, peserta didik dapat mengembangkan pemahaman mereka secara lebih sistematis dan bertahap. Umpan balik yang konstruktif juga membantu peserta didik untuk terus memperbaiki pemahaman mereka, sehingga mereka lebih percaya diri dalam menyelesaikan soal-soal matematika.

Selain itu, penerapan scaffolding dalam pembelajaran matematika juga memiliki dampak positif terhadap motivasi belajar peserta didik. Dengan mendapatkan bimbingan yang tepat, peserta didik tidak merasa terbebani dengan materi yang terlalu sulit, tetapi tetap mendapatkan tantangan yang cukup untuk mengembangkan keterampilan mereka. Hal ini membantu mengurangi kecemasan dalam belajar matematika dan meningkatkan rasa percaya diri mereka dalam menghadapi soal-soal yang lebih kompleks.

Manfaat lain dari strategi scaffolding adalah peningkatan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Melalui bimbingan bertahap dan pertanyaan yang menggugah pemikiran, peserta didik terdorong untuk mencari solusi sendiri, menghubungkan konsep-konsep yang telah dipelajari, dan mengembangkan strategi penyelesaian masalah yang lebih efektif. Hal ini tidak hanya membantu dalam pembelajaran matematika tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan yang memerlukan pemikiran logis dan analitis.

Dengan demikian, strategi scaffolding bukan hanya membantu peserta didik dalam memahami matematika dengan lebih baik, tetapi juga memberikan keterampilan belajar yang bermanfaat dalam jangka panjang. Oleh karena itu, penting bagi para pendidik untuk mengintegrasikan strategi ini dalam pembelajaran mereka, sehingga peserta didik dapat merasakan manfaat maksimal dari pendekatan yang lebih terstruktur dan mendukung perkembangan kognitif mereka. Dengan penerapan yang tepat, strategi scaffolding dapat menjadi alat yang sangat berharga dalam menciptakan pengalaman belajar yang lebih efektif, menyenangkan, dan bermakna bagi peserta didik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun