Dulu, konsep universitas itu simpel banget: ilmu itu barang langka. Kita bayar kuliah, hadir di kelas, kerjain tugas, lulus, lalu dapet ijazah.
Model kayak gitu punya dua fungsi penting:
ngasih akses ke ilmu yang susah dicari di tempat lain,
jadi tanda buat perusahaan kalau kita udah ngabisin waktu dan tenaga buat kuasai ilmu itu.
Kenapa bisa jalan? Karena dulu, suplai informasi berkualitas itu minim, alias langka banget. Karena langka, harganya pun tinggi---termasuk biaya kuliah dan gaji tinggi untuk lulusan kampus.
Tapi sekarang, situasinya kebalik. Grafik ekonomi geser ke kanan. Artinya, suplai ilmu makin melimpah, harga makin turun. Inilah kenapa biaya kuliah yang mahal dan keunggulan gaji lulusan makin tertekan.
Menurut konsultan global McKinsey, teknologi AI generatif bisa nambah nilai produktivitas global sampai US$2,6 triliun hingga US$4,4 triliun per tahun. Kenapa? Karena AI bikin biaya tambahan untuk menghasilkan dan mengatur informasi nyaris nol.
Model AI kayak Large Language Models (LLM) nggak cuma ngasih fakta, tapi juga bisa jelasin, nerjemahin, nyusun ringkasan, bahkan bikin draft tulisan dalam hitungan detik. Ketika suplai ilmu meledak kayak gitu, hukum ekonomi bilang: harga pasti jatuh. Imbasnya, nilai jual "knowledge premium" yang selama ini dijual kampus, mulai melemah.
Dunia Kerja Bergerak Lebih Cepat dari Kampus
Pasar kerja gercep banget. Sejak ChatGPT muncul, lowongan kerja level pemula di Inggris turun sepertiga. Di Amerika, beberapa negara bagian malah mulai hilangin syarat ijazah buat posisi di sektor publik.