Dalam kenyataannya, capres yang terpilih menjadi presiden dan benar-benar menjadi presiden berubah bukan lagi persembahan melainkan jadi sesembahan layaknya tuhan. Pasalnya, waktu masih menjadi capres mengemis-ngemis suara kepada rakyat tapi setelah menjadi Presiden suara rakyat yang mengkritiknya dan menasehatinya supaya mematuhi konstitusi justru diberangus. Presiden hanya menginginkan pujian dan pujaan dari siapapun. Jangan ada kritikan apalagi hujatan.
Sesembahan di mana-mana baik di masyarakat terbelakang maupun modern adalah sesuatu yang selalu dipuji dan dipuja. Tidak ada  yang berani mengkritiknya apalagi menghujatnya. Pokoknya segala pujian dan pujaan bagi sesembahan.
Dengan demikian presiden yang sebelumnya selagi masih menjadi capres berlaku serupa persembahan karena bebas dikritik dan dihujat tapi begitu menjadi presiden berlaku serupa sesembahan karena tidak mau dikritik dan dihujat. Padahal hanya Tuhan saja yang tidak bisa dikritik dan dihujat karena apapun diperbuat Tuhan adalah sempurna.
Manusia-manusia siapapun manusianya tidak akan pernah menjadi tuhan meskipun menjabat presiden seumur hidup. Karenanya presiden harus menerima kritik dan hujatan dari manapun datangnya agar tetap menjadi persembahan dan tidak berubah menjadi sesembahan. Jangan hendaknya presiden merebut kedudukan Tuhan sebagai sesembahan manusia dan alam.