Mohon tunggu...
Ahonk bae
Ahonk bae Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Untuk Perdaban

Membaca, Bertanya & Menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konsekuensi Logis atas Kemalasan Berpikir Menurut KH Husein Muhammad

11 Februari 2021   21:53 Diperbarui: 11 Februari 2021   22:29 1749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peranan akal dalam memahami sebuah dokrin agama begitu di perlukan, sebab akal dapatlah membenarkan sebuah ajaran dan hati menyelaraskannya. Dan di dalam Islam yang merupakan agama yang aktif mendorong dan menyerukan umat manusia untuk selalu berfikir dan menggunakan akalnya untuk memikirkan sesuatu dan hal-hal yang ada di dalam diri dan di alam semesta ciptaan Tuhan ini.  

Berulangkali al-Qur'an dengan redaksi yang berbeda-beda menyebutkan, antara lain : "Afala Tatafakkarun" (apakah kamu tidak memikirkan), "Afala Ta'qilun",(apakah kamu tidak menggunakan akalmu), "Wa fi Anfusikum, Afala Tubshirun", (di dalam dirimu apakah kamu tidak melihat?), "Fa' tabiru ya Ulil Abshar" , maka ambillah pelajaran dan seterusnya.

Kemudian kepada bangsa Arab saat itu, khususnya, Al-Qur'an mengatakan dan Nabi diminta untuk mengingatkan mereka:

"Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan, dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan". (Q.s. Al-Ghasyiyah, 17-20).

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."

Kemudian pada ayat lain, Allah menegaskan seraya menegur orang-orang yang rajin membaca atau menghapal al-Qur'an tetapi tidak mempelajari atau memahami isinya terlebih mengamalkannya:

"Afala yatadabbarun al-Qur'an Am 'Ala Qulubin Aqfaluha". (Apakah kalian tidak memikirkan/merenungkan isi al-Qur'an, atau hati mereka terkunci". (Q.s. Muhammad, 24).

Begitu menarik redaksi yang digunakan oleh Al Qur'an dalam beberapa ayat di atas untuk menyampaikan perintah berpikir itu. Redaksi "Apakah tidak", merupakan sebuah bentuk 'kritisisme' al-Qur'an yang sangat tajam. Ia sedang menyindir mereka yang tak mau berpikir, merenung dan memperhatikan kehidupan ini. Seolah-olah Allah mengatakan "kalian kok tidak berfikir. Ayo berpikir atau pikirkanlah". Kalian kan manusia?.

Saat ini ayat-ayat di atas kini atau bahkan sudah sangat lama seperti tak lagi memeroleh perhatian yang sungguh-sungguh dari kebanyakan kaum muslimin. Mereka terkesan mengabaikannya. Aktifitas intelektual mereka berhenti berabad-abad tejebak dalam stagnasi pemikiran. Tak ada lagi produk intelektual mereka yang disumbangkan bagi kemajuan dunia. 

Sehingga mucul sebuah kecenderungan baru dari sebagian kaum muslimin yang menunjukkan anti-dialektika intelektual. Ada stigma negatif terhadap penggunaan logika/ berpikir rasional. Teks suci menurut mereka harus diikuti makna tekstualitasnya, harfiyahnya, bukan rasionalitasnya. Sekelompok kaum muslimin malah menganggap kreatifitas dan inovasi berpikir sebagai kesesatan atau populer disebut "bidah".

Pada pihak lain terdapat pula kelompok yang anti-pendapat lain yang berbeda. Mereka hanya memercayai/membenarkan pendapat dirinya saja, sedang pendapat orang lain itu salah atau malah disebut "kafir". Lebih dari itu ada pula kelompok umat Islam yang anti-produk pikiran dari Barat atau dari "liyan", seperti "demokrasi", "human right", "nation state" (negara bangsa),  Bukan hanya produk konseptualnya yang ditolak, produk teknologinya pun tak luput dari penolakan. meski hari-harinya mereka menjalani sekaligus menikmati produk-produk itu yang di ciptakan oleh selain dirinya..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun