Oleh: [Muhammad Zaki Mubarok]
Dalam tradisi intelektual Islam, tafsir atau penafsiran Al-Qur'an memiliki sejarah panjang yang mencerminkan dinamika pemikiran umat. Dua pendekatan utama yang sering dibahas adalah tafsir klasik dan tafsir progresif. Pertanyaan yang muncul adalah: mungkinkah keduanya disatukan untuk mencapai pemahaman Al-Qur'an yang kaya dan relevan dengan konteks masa kini?
Tafsir Klasik: Fondasi Pemahaman Tradisional
Tafsir klasik merujuk pada penafsiran yang dilakukan oleh ulama-ulama terdahulu, seperti Ibn Kathir, Al-Tabari, dan Al-Qurtubi. Pendekatan ini menekankan pemahaman tekstual dan kontekstual berdasarkan bahasa Arab klasik, asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya wahyu), dan riwayat dari generasi awal Islam. Tujuannya adalah menjaga otoritas teks dan menghindari penafsiran yang terlalu bebas.
Tafsir Progresif: Menyambut Konteks Kontemporer
Sebaliknya, tafsir progresif mencoba menjembatani teks Al-Qur'an dengan realitas sosial dan ilmiah masa kini.(Hikmah 2024a) Pendekatan ini mengakui bahwa ilmu pengetahuan dan konteks sosial telah berkembang, sehingga pemahaman terhadap Al-Qur'an juga harus adaptif.(Wiradjaja 2024) Misalnya, Amin Abdullah mengusulkan model tafsir kontekstualis-progresif yang mengadopsi enam fitur utama: kognitif, kemenyeluruhan, keterbukaan, hierarki-saling berkaitan, multi-dimensionalitas, dan kebermaksudan. Model ini menekankan pentingnya memahami wahyu dalam konteks zaman dan kebutuhan umat saat ini.(HS 2021)
Selain itu, Farid Esack dan Khaled Abou El Fadl adalah contoh mufassir kontemporer yang menggunakan pendekatan hermeneutika progresif. Mereka percaya bahwa teks Al-Qur'an memiliki pesan universal yang dapat menjawab berbagai permasalahan lintas generasi, termasuk isu-isu keadilan sosial dan hak asasi manusia. (Hikmah 2024b)
Pergeseran Paradigma: Dari Tekstual ke Kontekstual
Pergeseran paradigma dalam penafsiran Al-Qur'an juga terlihat dalam studi perbandingan antara tafsir klasik dan kontemporer. Misalnya, penafsiran Surah an-Nisa' ayat 3 yang dalam tafsir klasik lebih menitikberatkan pada aspek poligami, sedangkan dalam tafsir kontemporer lebih dipahami sebagai ayat yang mendukung monogami. Pergeseran ini menunjukkan bagaimana perubahan epistemologi dan konteks sosial mempengaruhi pemahaman terhadap teks suci.(Muhammad Taufiq, Dozan, and Abdul Rasyid Ridho 2024)
Integrasi Antara Tradisi dan Inovasi
Menggabungkan tafsir klasik dan progresif bukanlah hal yang mudah, mengingat perbedaan metodologi dan tujuan. Namun, beberapa sarjana berpendapat bahwa integrasi ini mungkin dilakukan dengan pendekatan yang hati-hati. Misalnya, Muhammad Faisal Hamdani mengusulkan integrasi hermeneutika ke dalam metodologi tafsir untuk menjawab tantangan zaman.(Hamdani 2013) Pendekatan ini memungkinkan penafsiran yang lebih fleksibel tanpa kehilangan akar tradisi.