Mohon tunggu...
Ahmad Yudi S
Ahmad Yudi S Mohon Tunggu... Freelancer - #Ngopi-isme

Aku Melamun Maka Aku Ada

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

(Perlukah) Sekolah Dibubarkan Saja?

7 November 2020   10:45 Diperbarui: 7 November 2020   12:28 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjuangan para siswa menyelesaikan masa sekolahnya tidak sampai disitu, mereka harus melewati ujian terakhir yang menentukan nasib mereka apakah akan lulus atau kembali diproduksi, dan itu adalah ujian nasional (kini USBN). Perasaan khawatir dan tidak percaya diri tak jarang menghantui para siswa sehingga pola pikir menjadi tidak sehat.

Walaupun aturan telah dibuat, namun tak menutup kemungkinan masih terdapat celah. Demi selembar kertas dengan terbubuh nilai yang baik, maka segala cara dilancarkan, meskipun pengawas mengetahui gerak-gerik siswanya, bahkan diantaranya tidak jarang dengan sengaja membiarkan itu terjadi, demi kelulusan siswanya dengan cara yang tidak patut. Chudiel kembali membahasnya dalam bab 'Pesta Pora yang Menyedihkan'.

Pendidikan pun turut mempertegas kesenjangan yang ada lewat status ekonomi siswanya. Dalam bab 'Orang Miskin Dilarang Masuk', Chudiel menggambarkan betapa eksklusifnya lembaga pendidikan, sehingga orang kurang mampu sulit mengakses pendidikan. Bila keluarga kurang mampu menyekolahkan anaknya, maka ia akan dihadapkan dengan 'tes kemiskinan' seperti tuntutan kewajiban sarana belajar demi kelancaran anaknya bersekolah.

Tak jarang dalam 'menunjang' proses pembelajaran, guru mewajibkan siswa membeli buku lembar kerja siswa (LKS) baik itu di cicil maupun langsung dilunasi oleh siswa. Bahkan ada guru yang menjual bukunya sendiri dan wajib dibeli siswanya sebagai syarat kelancaran dalam pelajaran yang dibawanya.

Eko Prasetyo dalam bukunya "Guru: Mendidik Itu Melawan!" mengatakan pendidikan kini menjadi tempat semua proyek yang disembunyikan dengan mengatas-namakan keinginan untuk mencerdaskan. Guru dibangun fungsi baru dalam rumusan proyek, yakni memuluskan dan menyembunyikan semua motif tersembunyi dalam sebuah proyek. Menjual buku LKS merupakan kegiatan yang kini bukan lagi sampingan tapi pokok. Guru dilatih untuk meyakinkan para siswa bukan lewat pemberian pengetahuan melainkan sugesti bahwa buku tersebut penting dibeli dan bukan di baca.

Ragam tuntutan demi 'kelancaran belajar' ini terus berjalan setiap tahunnya. 'Tes Kemiskinan' akan terus berulang sehingga orang yang kurang mampu seiring berjalannya waktu akan tersaring dan keluar dari sekolah dengan sendirinya. Pendidikan telah menjadi benda komersial sehingga tidak semua orang dapat mengaksesnya.

Pendidikan yang akhir-akhir ini berorientasi pada kehendak pasar mesti kembali pada tujuan awal, yakni memanusiakan manusia. Sejatinya, pendidikan adalah hak setiap orang, sehingga siapapun layak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali. Pemerintah wajib menjamin pendidikan anak negeri dan meninjau kembali sistem pendidikan yang hanya menuntut 'barang jadi'.

Keberagaman anak dengan segala keistimewaan yang dimilikinya adalah keniscayaan yang patut diyakini. Menuntut sebuah nilai dari pada menghargai proses tidak akan berarti apa-apa. Seperti halnya tuntutan akan ragam hafalan yang hingga kini menjadi pertanyaan; apa fungsi dari menghafal semua itu dalam kehidupan.

Cita-cita tidak hanya tentang profesi, lebih dari itu ialah visi kehidupan di masa depan yang harus di isi dengan kebijaksanaan dan kebermanfaatan bagi diri maupun orang-orang disekitar dengan modal pengetahuan yang di peroleh sepanjang hayat, sehingga sekolah tidak perlu dibubarkan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun