Ada seorang anak muda yang baru pertama kali berenang, dengan penuh semangat dan keberanian lompat masuk ke kolom renang. Ia berpendapat "Aku harus berani dulu, baru bisa!" Â Apa yang terjadi? Ia panik, tangannya asal mengayuh, kepalanya tenggelam-timbul, dan akhirnya ia nyaris tenggelam. Untung ada penjaga kolam yang cepat menolongnya.
Bandingkan dengan temannya yang lain. Teman ini juga mau belajar berenang, tapi ia memilih untuk belajar teknik dasar lebih dulu: cara mengapung, menarik napas, dan menggerakkan kaki. Setelah merasa cukup paham dan yakin, barulah ia berani mencoba ke bagian kolam yang lebih dalam.
Keberanian yang kedua ini bukan berarti ia tak punya rasa takut, tapi ia berani karena tahu apa yang dilakukan benar. Berenang jadi pengalaman yang menyenangkan, bukan menakutkan. Dari kisah sederhana ini, kita belajar: keberanian tanpa pengetahuan dan kebenaran justru bisa mencelakakan. Sedangkan keberanian yang lahir dari pemahaman yang benar, akan lebih kuat dan terarah.
Pendahuluan
Belum lama ini dalam suatu kesempatan, Presiden Prabowo mengatakan : "Berani dulu, baru benar. Setelah berani, benar, baru berhasil, Harus berani dulu, Kalau gak berani kita gak akan bisa dapat apa-apa" Â Ucapan ini tentunya penting untuk membangkitkan semangat kita, dan mendorong kita untuk keluar dari keraguan, mengambil langkah, dan tidak terjebak dalam rasa takut yang sering kali menjadi penghalang terbesar.
Di era sekarang, di mana tantangan dan perubahan terjadi begitu cepat, keberanian memang menjadi kata kunci yang penting. Namun, sebagai pribadi yang terus belajar untuk tidak melulu harus setuju , saya perlu merenung ulang: "Benarkah keberanian harus selalu mendahului kebenaran? Ataukah justru kita perlu memastikan bahwa yang kita lakukan sudah bena, baru kemudian melangkah dengan keberanian?
Mencoba Memahami maksud "Berani dulu baru benar"
Saya percaya, apa yang diucapkan Presiden bukan tanpa dasar. Seringkali, kita terjebak dalam situasi terlalu lama berpikir, menimbang, dan takut salah, Â sampai akhirnya tidak pernah benar-benar bergerak dan mengambil keputusan. Dalam konteks ini, keberanian menjadi bahan bakar pertama yang membuat kita mau melangkah.
Dalam banyak cerita sukses, keberanian sering menjadi kunci. Orang-orang besar di bidang inovasi, bisnis, bahkan seni, sering kali memulai langkah dengan keberanian meski belum tahu pasti hasil akhirnya. Kita pun sering mendengar slogan seperti "just do it" atau "mulai dulu aja". Namun, ketika kata "berani dulu baru benar" dipahami secara harfiah dan diterapkan di luar konteks, ia bisa menjadi pisau bermata dua.
Bayangkan jika keberanian datang tanpa diimbangi rasa tanggung jawab, pertimbangan etis, dan pemahaman yang cukup. Apa yang terjadi? Seorang manajer yang berani ambil keputusan cepat, tapi tanpa kajian data yang memadai, bisa membuat kebijakan keliru. Atau seorang pebisnis yang berani investasi besar tanpa riset pasar bisa bangkrut? Atau bahkan, seseorang yang berani bicara di depan umum tanpa paham substansi justru bisa mempermalukan diri sendiri. Keberanian tanpa landasan kebenaran bisa berubah menjadi kecerobohan. Dan kecerobohan bukan hanya merugikan diri sendiri, tapi juga orang lain, bahkan dalam skala besar bisa berdampak pada masyarakat luas.
"Benar dulu baru berani": lebih aman dan bijak
Menurut saya, "benar dulu baru berani" bukan berarti kita harus menunggu semua serba sempurna sebelum bertindak. Bukan pula berarti harus selalu yakin 100% tanpa risiko. Tetapi paling tidak, kita memastikan dulu : apakah yang kita lakukan punya dasar data dan fakta? Apakah sejalan dengan nilai moral dan etika? Apakah ada pertimbangan risiko dan dampaknya? Setelah merasa langkah itu benar dan punya dasar kuat, baru kita perlu keberanian untuk melangkah. Keberanian seperti ini bukan keberanian buta, tapi keberanian yang bertanggung jawab.
Keberanian itu sangat penting. Tanpa keberanian, kita tak akan pernah keluar dari zona nyaman. Namun, keberanian yang terarah adalah keberanian yang tahu tujuannya, mengerti risikonya, dan sadar akan tanggung jawabnya. Itulah sebabnya, saya merasa lebih setuju dengan prinsip: benar dulu baru berani. Artinya, keberanian lahir dari kesadaran bahwa langkah kita sesuai nilai, etika, dan tujuan yang benar.