Mohon tunggu...
Ahmad Sayuti Royali
Ahmad Sayuti Royali Mohon Tunggu... Peneliti/Akademisi

Ahmad Sayuti Royali merupakan seorang akademisi dan peneliti dari Universitas Trunojoyo Madura di bidang ekonomi dan studi pembangunan. Rumpun kefokusan penulis meliputi ekonometrika, ekonomi regional, ekonomi kepulauan dan maritim, ekonomi lingkungan, dan ekonomi halal. Penulis lahir di Lamongan, 3 September 2000. Pendidikan S1 ekonomi pembangunan (S.E) di Universitas Trunojoyo Madura dan S2 megister ilmu ekonomi (M.Si) di Universitas Negeri Semarang. Penulis juga menguasai berbagai alat analisis diantaranya STATA, Eviews, Mactor, R-Studio, dan Super Decision Software ANP/AHP. Selain itu, aktif dalam kegiatan akademik bertaraf internasional diantaranya Trunojoyo Madura International Conference (2023), Geo Tourism International Conference (2023), International Conference of ASEAN School of Business Network (2024), International Conference on Enviromental and Sustainable Development (2024), dan International Conference for Economics and Business (2024). Gadjah Mada International Conference Economics for Bussines (2025). ID Scopus: 59365212700 | Google Scholer: Ahmad Sayuti Royali | Researchgate: Ahmad Sayuti Royali | Id Orcid: 0009-00083927-761X

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PBB: Antara Urgensi Fiskal dan Kepentingan Kebijakan

16 Agustus 2025   18:55 Diperbarui: 16 Agustus 2025   18:55 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam konteks ini, struktur kekuasaan memainkan peran penting. Pemilik modal besar mampu melakukan lobbying atau mendapatkan perlakuan khusus, sementara rakyat biasa terjebak dalam sistem perpajakan yang tidak adil. Ini menunjukkan bahwa pajak terutama dalam konteks otonomi daerah tidak bebas dari relasi kuasa dan konflik kepentingan.

Pajak pada dasarnya adalah instrumen penting bagi negara untuk membiayai pembangunan dan layanan publik. Namun, ketika pajak menjadi alat penindasan yang menyamar sebagai kewajiban warga negara, maka legitimasi negara sebagai pelayan publik patut dipertanyakan. Kenaikan PBB yang tidak mempertimbangkan keadilan sosial dan kapasitas ekonomi rakyat merupakan cermin dari kegagalan negara dalam menjalankan fungsi redistributifnya. Pemerintah daerah harus menyadari bahwa pembangunan tidak semata-mata untuk jangka pendek.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun