Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni UIN SGD Bandung

Warga Kabupaten Bandung. Sehari-hari beraktivitas memenuhi kebutuhan harian keluarga. Bergerak dalam literasi online melalui book reading and review (YouTube Shalawat Channel). Mohon doa agar kami sehat lahir dan batin serta dimudahkan dalam urusan rezeki.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Selamat untuk Diri yang Milad: Sebuah Gumam Hidup

3 Agustus 2019   21:15 Diperbarui: 3 Agustus 2019   21:18 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bulan ini semakin bertambah usia saya. Ya, saya milad alias sampai pada hari lahir, tanggal, dan bulan. Dengan usia yang tak bisa lagi ikut tes masuk menjadi asn atau cpns. Karena itu, saya semakin harus sadar diri tentang diri dan peran hidup yang sebentar. 

Dan seperti Alquran yang memuat ucapan selamat atas hari lahir kepada putra Maryam, saya pun mengucapkan untuk diri sendiri. Ya, selamat untuk diri saya yang pada bulan ini bertambah (angka) usia sekaligus berkurang jatah hidup di dunia. Dan saya percaya bahwa setiap manusia ada takdirnya.

Saya percaya terhadap ketentuan dan ketetapan Tuhan. Saya juga percaya potensi dari Tuhan bisa dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kehidupan. Namun sarana dan kemampuan yang perlu diperhatikan. Ketersediaan ruang dan waktu, termasuk keahlian kadang menjadi persoalan. Tapi takdir tak bisa dipungkir. Takdir terus menyertai diri. Memaknai dengan rangkai cerita yang indah dan positif saja. Itu kata seorang guru.

Memang untuk persepi bisa saja. Tapi untuk hal yang terkait kebutuhan ekonomi tak bisa sekedar ubah persepi dan berpikir positif. Kebutuhan dasar harus dipenuhi. Tak bisa ditunda. Akan terasa sakit dan menjadi kendala. Meski disarankan empati, tetap jika hanya sekedar saran tak akan terwujud. Ini yang kadang perlu disadari.

Wahai mereka yang berkecukupan dalam finansial, berbagi dan beri  mereka yang terbatas dalam akses untuk mereka yang terbatas. Dan ini hanya seruan. Dan terus saja sekedar seruan. Semakin terus berseru, lama kelamaan seperti rutinitas saja. Dibiarkan berlalu karena memang demikian tugasnya menyeru saja.

Hari ke hari memang demikian. Tahun demi tahun berlalu. Kebutuhan hidup ternyata tak sama dari perubahan waktu ke waktu. Kenaikan dan kebutuhan penunjang hidup, juga kebutuhan dasar kadang saling berebutan dalam pemenuhannya. Antara yang ini ditunaikan, yang itu akan terhambat. Dicari prioritas. Ternyata keduanya urgensi dan sangat dibutuhkan. Meminjam, inilah persoalan tambahan. Sebab bulanan untuk kebutuhan harian dan memenuhi kebutuhan dasar hidup akan terganggu. Haruskah bergerak dari utang ke utang? Dan tentu ini harus diputus. Lieur ah.

Dan ini mengingatkan saya pada seseorang yang pernah bicara kepada saya. Ia berbicara bahwa kebutuhan dasar hidup manusia (makan, minum, pakaian, rumah, kendaraan, bayar ini itu  dll) tidak bisa dipenuhi dengan DOA dan ibadah ritual. Tidak bisa andalkan agama dan pencerahan filosofis dari seorang ulama sekali pun. Dan saya membenarkannya. Dan memang kaalaman kajalanan ku simkuring.

Untuk sementara saya katakan tepat. Tapi bagi beberapa orang tertentu, ternyata doa dan ibadah bisa hasilkan uang. Misalnya saat seorang ustadz menyeru untuk sedekah maka bisa dapatkan sejumlah uang hanya dengan kalimat-kalimat bernuansa. Orang   yang hadir dalam demo-demo besar dengan basis agama kadang saat beres acara dapat makan dan minum. Meski hanya dengar uraian agama atau sikap protes atas situasi nasional dengan menggunakan argumen agama, perut kosong bisa terisi. Bahkan diberi ongkos pulang. Kemudian bagi orang yang aktif di masjid  kadang ada undangan doa dan baca Alquran untuk orang yang wafat. Setelah beres biasanya ada minum dan makanan serta amplop berisi uang untuk mereka yang ikut serta dalam ritual tersebut. Saya kira itu fakta bahwa agama bisa menghasilkan atau memenuhi kebutuhan dasar manusia berupa makan dan minum serta dapat uang.

Satu lagi barangkali, yaitu orang yang ceramah agama biasanya dapat uang. Bahkan ada ustadz yang pasang tarif dan mampu menghidupi sekretaris beserta anak istrinya. Hanya dengan penghasilan ceramah agama. Ini saya kira fakta yang tak bisa dibantah ternyata agama tidak sekedar bermanfaat secara spiritual, bahkan menghasilkan uang dan memenuhi kebutuhan dasar manusia.

Hanya itu yang bisa dibagi pada pekan ini di bulan kelahiran saya. Mohon doa agar senantiasa sehat lahir batin, berkah, dan banyak rezeki yang bermanfaat. Aamiin Ya Rabbal 'alamiin. *** (ahmad sahidin)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun