Mohon tunggu...
Ahmad Rizki
Ahmad Rizki Mohon Tunggu... -

pecinta sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nasib Mantan Atlet di Indonesia

18 Mei 2014   21:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:23 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjadi atlet bagi sebagian orang bukan hanya sebagai hobi melainkan sebagai pekerjaan. Banyak atlet bergantung pada hasil yang di dapatkan selama menjadi atlet. Seperti materi ataupun pekerjaan. Prestasi merupakan tolak ukur dari keberhasilan bagi seorang atlet untuk bisa meraih kesuksesan baik dari tingkat daerah seperti Kejuaraan Daerah (Kejurda), Pekan Olahraga Provinsi (Porprov), atau Kejuaraan Nasional (Kejurnas), Pekan Olahraga Nasional (PON) dan bahkan sampai tingkat internasional seperti Sea Games, Asean Games hingga Olimpiade.

Sudah tak asing lagi dengan janji-janji kepala daerah sebagai wakil pemerintah yang mengatakan bahwa atlet-atlet akan di angkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan pemerintah masing-masing. Janji itu sering dilontarkan ketika memberi sambutan pada saat akan melepas kontingen untuk mengikuti kejuaraan atau pertandingan. Sebenarnya apa yang di janjikan itu sudah pantas diberikan kepada atlet-atlet yang telah berjuang untuk mengharumkan nama daerah atau nama bangsa.

Apa yang disampaikan para kepala daerah itu hanya sekadar pidato pemanis mulut saja, realisasinya nol besar. Buktinya ketika ada lowongan PNS para atlet yang berprestasi tersebut juga mengikuti tes seprti halnya pendaftar lainnya. Semestinya ada pengecualian tersendiri bagi atlet ini, karena ketika orang-orang lain seusia mereka fokus belajar mereka malah sedang giat-giatnya berlatih mengharumkan nama bangsa.

Beberapa atlet yang dulu berprestasi diantaranya adalah Marina Segedi. Dia adalah mantan atlet pencak silat yang pernah menjadi pahlawan bagi Indonesia. Ia telah mempersembahkan medali emas untuk Indonesia pada saat SEA Games di Filipina, tahun 1981. Kini Marina tidak lagi jaya, ia bukan atlet lagi, dan tentu saja, usianya sudah paruh baya, 47 tahun. Sang juara itu pun harus berjuang keras membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan beralih menjadi sopir taksi.

Atlet lain adalah Hapsani. Ia adalah mantan atlet lari estafet 4 x 100 meter yang pernah dimiliki Indonesia pada era 1980-an. Ia peraih medali perak pada SEA Games 1981 dan peraih medali perunggu pada Sea Games tahun 1983. Sekarang ia sudah tua, hidup menderita tanpa perhatian pemerintah. Bahkan tragisnya ia terpaksa menjual medali-medali yang pernah diperolehnya ke pasar loak Jatinegara, Jakarta Timur pada tahun 1999 yang lalu.

Lain lagi dengan Leni Haini. Pada masa keemasannya, dia adalah atlet nasional cabang olah raga Perahu Naga. Sederet prestasi pernah diraihnya, seperti meraih 2 medali emas dalam kejuaraan perahu naga Asia di Singapura tahun 1996. Kemudian 2 medali emas dan 2 medali perak pada SEA Games tahun 1997. Juga 1 emas pada kejuaraan perahu naga Asia di Taiwan tahun 1998. Terakhir ia memperoleh 1 emas dan 3 perak pada SEA Games 1999. Kini setelah tua dia ditelantarkan begitu saja tidak ada perhatian pemerintah untuknya. Bahkan ia kesulitan untuk mengobati anaknya yang sedang sakit.

Marina, Hapsari, dan Leni hanyalah sebagian kecil atlet yang dulu pernah mengharumkan nama bangsa, tapi kini hidupnya tidak seberuntung orang lain. Tak ada perhatian dari pemerintah, padahal mereka pernah mengharumkan nama bangsa. Semoga menjadi renungan bagi kita bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun