Mohon tunggu...
Ahmad Ringgit
Ahmad Ringgit Mohon Tunggu... Guru - guru desa/sdn3kendit
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

ingin berubah mengikuti perubahan jaman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Semuanya Dipaparkan

24 April 2023   13:27 Diperbarui: 24 April 2023   13:34 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengan berucap syukur alhamdulillah, Jumat 21 April 2023 kemarin lembar ramadhan 1444 Hijriyah resmi berakhir. Ramadhan akan pergi meninggalkan kita semua sebelas bulan ke depan. Amat gelap misteri pertemuan kita dengan bulan Ramadhan di tahun mendatang. Tidak ada jaminan pasti kita akan berdua kembali dengan bulan yang mulia itu pada 1445 Hijriyah mendatang. Maka dengan berakhirnya bulan ini, saya berdoa sekaligus berharap agar segala ibadah yang sudah mampu saya lakukan bisa diterima oleh Allah SWT serta agar bisa di jumpakan kembali dengan ramadhan yang sama di tahun mendatang. 

Fajar 1 Syawal 1444 Hijriyah disambut dengan gabungan takbir tahmid dan tahlil di seluruh pelosok negeri. Semua bergembira, lepas dari persoalan mereka berpuasa atau mereka tidak menjalankan puasa. Tidak perduli. Semuanya larut dalam kegembiraan. Ada memang satu hadist yang menyatakan orang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan dia kegembiraan, satu ketika sampai waktunya berbuka puasa dan keduanya saat hari raya idul fitri tiba. Namun tidak semua umat Islam menghiraukan itu lagi. Tidak peduli. Apalagi sampai merenungkan dalam dalam. Semua tetap larut dalam kegembiraan, larut dalam buaian takbir dan syariat untuk menunaikan ibadah shalat id. Sesampainya di tempat shalat id, drama pun bermunculan. Allah menunjukkan kuasanya. Namun tidak semua umat islam menghiraukan itu lagi. Mulai dari kesalahan menerjemahkan takbir 7 kali pada rakaat pertama dan takbir 5 kali pada rakaat kedua. Kehebohan muncul di media sosial ketika sekelompok anak muda melakukan rukuk, iktidal dan sujud sementara jemaah kanan kiri nya tetap dalam posisi berdirinya menjalankan takbir 7 kali dan 5 kali. Kehebohan juga terjadi akibat momen tertidur setelah shalat sampai begitu pulsanya hingga khatbah shalat id usai dilangsungkan . Sungguh ini menjadi penanda bahwa syariat sudah tidak lagi dihiraukan oleh sebagian besar umat, terutama kalangan anak anak muda. Mereka terkesan hanya ikut ikutan sekedar menjalankan kebiasaan serta menghindar dari cemoohan. 

Seusai shalat id, silaturrahmi pun dimulai. Saling mengunjungi, saling memaafkan dan saling sungkem atau saling berpelukan. Tidak ada lagi yang merasa benar kalau semua hampir berucap minal aidzin wal faizin mohon maaf lahir dan bathin. Semuanya tumpah dalam kegembiraan, mulai dari anak balita sampai dengan mereka yang sudah tua renta. Hampir semua di hari raya mengenakan " outfit " baju hari raya yang serba baru dan indah. Berbagai corak, warna dan desain terpapar di hari raya yang fitri itu. Tidak ada anjuran khusus untuk memakai baju baru, tetapi seperti menjadi tradisi untuk mengenakan baju baru. Padahal sesungguhnya idul fitri diharapkan akan melahirkan pribadi baru setelah sebulan sebelumnya kita dicuci paksa di bulan mulia yang penuh dengan berjuta berkah. Pribadi baru yang diumpamakan seperti bayi yang baru lahir dari perut ibunya, lahir teramat suci tanpa dosa. Namun tidak semua umat islam menghiraukan hal itu. Apalagi merenungkan nya dalam dalam. Idul fitri lantas identik dengan memakai baju baru. Apalagi tontonan sekarang mengabarkan cepat tentang baju mana yang lagi trending, ditambah dengan banyaknya aplikasi belanja online yang membuat semua orang menjadi malas bergerak ( mager). Lengkaplah segala kemudahan yang diberikan alam sehingga berbagai warna, corak dan desain tampil begitu gampang di hari raya yang fitri itu. 

Maka jangan heran jika di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, jamaah shalat tarawih mengalami kemajuan pesat. Populasinya kalah tajam dengan populasi manusia yang hilir mudik di pusat perbelanjaan, toko pakaian, toko sepatu dan toko perhiasan. Semua dilanda kesibukan mempersiapkan diri sebaik baiknya dan sedetail detailnya. Dan saat hari H, silahkan anda lebarkan mata, tajamkan hidung dan kembangkan telinga. Segala macam model pakaian, segala macam model sepatu dan alas kaki, dan semua model perhiasan akan keluar kandang. Belum lagi dengan kuda tunggangan, baik itu sepeda motor atau kendaraan roda empat nya. Hari kedua saya berkesempatan ke luar rumah untuk hadir di pendopo kabupaten  menghadiri halal bihalal yang digagas pemerintah kabupaten. Sendirian tanpa didampingi istri. Sepanjang perjalanan, tersaji tontonan yang saya sebutkan. Berpuluh puluh pasangan hilir mudik menunggangi sepeda motor model teranyar sambil mengenakan pakaian baru dan segala aksesorisnya. Semuanya memperlihatkan senyum dan penampilannya yang terbaik. Tidak ada yang tidak sedap dalam pandangan. Semua percaya diri memamerkan segala yang ia punya agar bisa dilihat dan dikagumi banyak orang. Apakah ini salah satu bentuk hedonisme yang sering kita dengarkan dalam sidang sidang rapat dengar pendapat DPR dengan pemerintah  ? Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hedonisme adalah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Hedonisme artinya seringkali dikaitkan dengan berfoya-foya. Hedonisme juga merupakan gaya hidup ketika seseorang membeli barang-barang yang sebenarnya tidak ia perlukan atau tidak dapat digunakan dengan maksimal. Pameran kekayaan ( dalam baju, perhiasan dan kendaraan) terjadi selama proses silaturrahmi antar saudara, teman dan para tetangga. Secara langsung atau tidak, mereka memamerkan hal yang dimilikinya kepada orang lain saat mereka berkunjung bersilaturrahmi. Flexing atau pamer kekayaan menjadi salah satu konten yang cukup banyak dibuat para content creator media sosial akhir-akhir ini. Entah itu flexing mobil baru, rumah baru, hingga tumpukan uang. Hal inilah yang kemudian memicu kebiasaan memamerkan kekayaan kepada orang lain. 

Memamerkan kekayaan ternyata termasuk dalam sikap riya. Dan Islam sebagai agama yang mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia amat melarang pemeluknya untuk mendekati akhlak tercela, termasuk riya di dalamnya. Disadari atau tidak, sikap riya termasuk perbuatan syirik kecil yang dosanya amat besar. Apalagi jika sikap pamer ini diikuti dengan anggapan dirinya lebih mulia dari orang lain sehingga meremehkan, menghina, serta merendahkan orang lain baik dengan perbuatan maupun perkataan.

Semoga kita dapat menahan diri untuk tidak terperangkap dalam sikap suka memamerkan kekekayaan kepada orang lain

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun