Sekolah tidak hanya digunakan untuk belajar segala macam ilmu pengetahuan, namun juga tempat untuk mencetak generasi penerus. Untuk bisa mendapatkan generasi penerus yang bagus, tentu yang diajarkan pun juga harus bagus. Generasi penerus harus mempunyai karakter keindonesiaan yang benar. Perpaduan antara kecerdasan dengan keindonesiaan harus sejalan seiring. Keduanya harus ada dan saling melengkapi.
Jika sekolah bisa melakukan hal tersebut, maka generasi penerus ini akan bisa melihat segala persoalan secara utuh. Kecerdasan yang didapat akan melahirkan generasi yang melek media. Sementara pemahaman keindonesiaan, akan melahirkan generasi yang bisa menghargai keragaman. Karena Indonesia adalah negara dengan tingkat keragaman yang sangat tinggi. Indonesia merupakan negara yang sangat majemuk.
Kemajemukannya inilah yang kemudian melahirkan semangat toleransi. Semangat ini pula yang kemudian melahirkan gotong royong. Toleransi merupakan karakter masyarakat Indonesia. Setiap daerah mempunyai nilai-nilai toleransi. Nilai toleransi ini juga diajarkan dalam setiap agama yang ada. Semua agama yang ada di Indonesia, mengajarkan tentang nilai-nilai toleransi. Toleransi ini pula yang bisa menyatukan semua keragaman tersebut dalam semangat negara kesatuan republik Indonesia.
Dan salah satu tempat untuk belajar memupuk toleransi itu ada di sekolah. Di tempat inilah berbagai macam karakter orang berkumpul menjadi satu. Namun meski bermacam-macam, tujuannya mereka umumnya tetap sama. Yaitu menuntut ilmu. Dalam berbagai macam perbedaan itu, para siswa diajarkan untuk tetap saling berdampingan namun saling menghargai satu dengan yang lain.
Dalam perkembangannya, sekolah mulai disusupi bibit intoleransi yang terus menyebarkan paham radikalisme yang menyesatkan. Ujaran kebencian terus bermunculan. Satu per satu para siswa dan siswa berkembang menjadi pribadi yang eksklusive dan merasa dirinya paling benar. Ironisnya, ada juga oknum guru yang pernah ketahuan menyusupkan bibit radikal di sekolah. Kegiatan ekstra keagamaan juga mulai disusupi oleh oknum yang tak bertanggung jawab.
Pekan kemarin, salah satu sekolah di Sragen, Jawa Tengah ramai jadi perbincangan di dunia maya. Pasalnya, salah satu orang tua siswa mengadukan anaknya mendapatkan intimidasi dari siswi lain, karena anaknya tidak mengenakan jilbab. Kasus ini pun langsung mendapatkan perhatian gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Di tempat lain, di Yogyakarta, salah satu pembina mengajarkan yel-yel yang menyebutkan Islam Yes, Kafir No, tanpa diberikan pemahaman yang benar terlebih dulu. Tanpa pemahaman yang benar, para siswa ini akan mudah terprovokasi informasi hoaks yang berkembang. Akibatnya, orang yang berbeda dianggap kafir. Kalau sudah begini, disinilah bibit radikalisme itu berpotensi berkembang menjadi tindakan persekusi ataupun teror.
Karena itulah, menjadi penting untuk menjaga sekolah agar tetap toleran. Menjadi penting tetap menjaga agar anak-anak yang menjadi generasi penerus ini, tumbuh menjadi generasi yang cerdas, tapi tetap saling menghargai keberagaman. Salam toleransi.