Oleh Ahmad Ali Rendra
Sejak abad ke-16 M di pulau Kalimantan sudah memiliki sebuah (state) negara atau pemerintahan tradisional bernuansa feodal dan bercorak Islam dimana pengaruhnya sangat luas ( * diperkirakan hampir meliputi ¾ pulau Kalimantan atau setara dengan wilayah NKRI di pulau Kalimantan saat ini) Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang Sultan, dari itu lah negri tersebut lebih dikenal dengan nama Kesultanan Banjar.
Negeri Banjar pada abad ke-16 belum dikunjungi orang-orang Eropa. Banjarmasin mulai dikenal oleh orang Eropa semenjak kehadiran orang Banjar yang datang ke Banten pada tahun 1596 untuk membawa beras, ikan kering dan lilin. Barang bawaan tersebut merupakan hasil dari penukaran barang-barang yang mereka bawa dari negri mereka yang berupa intan, emas dan hasil hutan.
Hubungan dagang yang bersifat resmi antara VOC – Banjar dimulai sejak kesepakatan kontrak pada 4 September 1635, dimana pihak Banjar diwakili oleh seorang Gujarat bernama Ratna diradja goja babouw ( syahbandar) dan dipihak VOC ada Hendrik Brouwer, Antobio van diemen, Jan van der burgh, Steven Barentzoon.
pada jurnal Pelayaran dan perdagangan dalam dinamika politik Kesultanann Banjar Abad 17/18 ( Hariyadi M.Hum ) disebutkan abad ke-17 Banjar mulai mengembangkan perdagangannya dengan menanam lada besar-besaran dikawasan pegunungan meratus. Para penanam lada tidak dapat menentukan harga, namun harga sudah ditentukan oleh Sultan, Sultan membeli lada dari pedalaman sekitar 2 real Spanyol per pikul. Harga menjadi mahal ketika Sultan menjualnya kepada para pedagang Cina, yakni 8 real Spanyol per pikulnya.
Namun demikian perlahan tapi pasti negri Banjar mulai menguasai pasar lada di Nusantara, kekacauan akibat perang saudara di tanah jawa juga menguntungkan bagi negri Banjar, karena hal tersebut juga menjadi salah satu faktor yang turut serta mendorong negeri Banjar kemudian menjadi pusat perdagangan terbesar di Nusantara dengan skala Internasional.

Berbagai bangsa meramaikan perdagangan seperti bangsa Cina, Siam, Johor, Jawa, Arab, Sunda, Palembang, Pegu, Kedah, Kamboja, Bangka, Brunei, Bugis, Maluku, Jambi, Aceh, Portugis, Inggeris dan Belanda (Leirizza, R.Z., 70:1984) Sehingga dalam beberapa yang tertulis pada data-data kolonial saat itu negri Banjar adalah sebuah empirium perdagangan lada di nusantara.
Namun pada buku “Surat-surat Perdjandjian antara Kesultanan Badjarmasin dengan Pemerintahan VOC, Bataafse Republik, Inggris dan Hindia-Belanda 1635-1860” pada halaman 210, dalam kontrak yang disepakati pada 1 Januari 1817 kemudian diperbaharui pada tanggal 29 April 1818 pada perkara ke-29, pada dokumen tersebut dituliskan Kesultanan Banjar tidak hanya menjual lada, namun ternyata Kesultanan Banjar juga mulai memperdagangkan kopi disamping komoditi lada yang menjadi andalan sebelumnya.
Jurnal ; Pelayaran dan perdagangan dalam dinamika politik Kesultanann Bannjar Abad 17/18 ( Hariyadi M.Hum ).
Melacak Keejayaan Maritim dan terbentuknya Masyarakat Komopolitan Kalimantan Selatan ( Prof. Dr. Yety Rochwulaningsih, M.Si)
Sejarah Sosial Daerah Kalimantan Selatan ( R.Z Leirissa )
Surat-surat Perdjandjian antara Kesultanan Badjarmasin dengan Pemerintahan VOC, Bataafse Republik, Inggris dan Hindia-Belanda 1635-1860”
Foto : etsy, KITLV University Leiden, Troopen Museum.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI