Mohon tunggu...
Ahmad Ali Rendra
Ahmad Ali Rendra Mohon Tunggu... Kartawedhana

Kurator Museum Rakyat Hulu Sungai Selatan, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kab. Hulu Sungai Selatan. Kordinator Kearsipan di Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kab. Hulu Sungai Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rempah-rempah dari Meratus Kalimantan Selatan dan Kejayaan Perdagangan Kesultanan Banjar Abad 17-18

4 Desember 2020   19:18 Diperbarui: 22 Maret 2021   19:31 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto 2, sumber: COLLECTIE TROPENMUSEUM Prauwen op de Martapura-rivier Bandjermasin

Oleh Ahmad Ali Rendra

Sejak abad ke-16 M di pulau Kalimantan sudah memiliki sebuah (state) negara atau pemerintahan tradisional bernuansa feodal dan bercorak Islam dimana pengaruhnya sangat luas ( * diperkirakan hampir meliputi ¾ pulau Kalimantan atau setara dengan wilayah NKRI di pulau Kalimantan saat ini) Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang Sultan, dari itu lah negri tersebut lebih dikenal dengan nama Kesultanan Banjar.

Negeri Banjar pada abad ke-16 belum dikunjungi orang-orang Eropa. Banjarmasin mulai dikenal oleh orang Eropa semenjak kehadiran orang Banjar yang datang ke Banten pada tahun 1596 untuk  membawa beras, ikan kering dan lilin. Barang bawaan tersebut merupakan hasil dari penukaran barang-barang yang mereka bawa dari negri mereka yang berupa intan, emas dan hasil hutan.

Hubungan dagang yang bersifat resmi antara VOC – Banjar dimulai sejak kesepakatan kontrak pada 4 September 1635, dimana pihak Banjar diwakili oleh seorang Gujarat bernama  Ratna diradja goja babouw ( syahbandar) dan dipihak VOC ada Hendrik Brouwer, Antobio van diemen, Jan van der burgh, Steven Barentzoon.

pada  jurnal Pelayaran dan perdagangan dalam dinamika politik Kesultanann Banjar Abad 17/18 ( Hariyadi M.Hum ) disebutkan  abad ke-17 Banjar mulai mengembangkan perdagangannya dengan menanam lada besar-besaran dikawasan pegunungan meratus. Para penanam lada tidak dapat menentukan harga, namun harga sudah ditentukan oleh Sultan, Sultan membeli lada dari pedalaman sekitar 2 real Spanyol per pikul. Harga menjadi mahal ketika Sultan menjualnya kepada para pedagang Cina, yakni 8 real Spanyol per pikulnya. 

Namun demikian perlahan tapi pasti negri Banjar mulai menguasai pasar lada di Nusantara, kekacauan akibat perang saudara di tanah jawa juga menguntungkan bagi negri Banjar, karena hal tersebut juga menjadi salah satu faktor yang  turut serta mendorong negeri Banjar kemudian menjadi pusat perdagangan terbesar di Nusantara dengan skala Internasional.

Foto 2, sumber: COLLECTIE TROPENMUSEUM Prauwen op de Martapura-rivier Bandjermasin
Foto 2, sumber: COLLECTIE TROPENMUSEUM Prauwen op de Martapura-rivier Bandjermasin
Di puncak kejayaannya di abad ke-18 M diberitakan Sultan Banjar mempunyai ratusan dayang-dayang dalam balutan pakaian yang Indah. Apabila Sultan bepergian ia juga menaiki gajah, yang juga diiringi para pengiring yang membawa pakaian, sepatu, pusaka kesultanan dan tempat-tempat sirih (Groneveldt, 149:). 

Berbagai bangsa meramaikan perdagangan seperti bangsa Cina, Siam, Johor, Jawa, Arab, Sunda, Palembang, Pegu, Kedah, Kamboja, Bangka, Brunei, Bugis, Maluku, Jambi, Aceh, Portugis, Inggeris dan Belanda (Leirizza, R.Z., 70:1984) Sehingga dalam beberapa yang tertulis pada data-data kolonial saat itu negri Banjar adalah sebuah empirium perdagangan lada di nusantara. 

Namun pada buku “Surat-surat Perdjandjian antara Kesultanan Badjarmasin dengan Pemerintahan VOC, Bataafse Republik,  Inggris dan Hindia-Belanda 1635-1860” pada halaman 210, dalam kontrak yang disepakati  pada 1 Januari 1817 kemudian diperbaharui pada tanggal 29 April 1818 pada perkara ke-29, pada dokumen tersebut dituliskan Kesultanan Banjar tidak hanya menjual lada, namun ternyata Kesultanan Banjar juga mulai memperdagangkan kopi disamping komoditi lada yang menjadi andalan sebelumnya.

Foto 3: dok. KITLV / De haven van Bandjermasin in de Martapoera (1920)
Foto 3: dok. KITLV / De haven van Bandjermasin in de Martapoera (1920)
HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun