Akankah saya harus tahu bagaimana bintang itu lebih besar dari bumi secara inderawi. Atau bahkan warna langit biru yang tiba-tiba hitam pada malam hari. Epistemologi saya sangat jauh dari normal. Karena yang normal itu waras dan yang waras itu tidak gila, serta yang tidak gila itu tidak mungkin menemukan hakikat sesuatu yang biotik dan abiotik.
Saya banyak bertanya pada keadaan tentang bagaimana sebenarnya warna langit itu, birukah atau hitamkan. Keduanya memang hanya batas epistem emperisme dari nenek moyang mengenai warna. Akan tetapi, saya juga dituntun oleh keadan dengan bingkai observatif.
Saya kemudian dibingungkan dengan konsepsi maha ahli teori yang memang pantas untuk diberi gelar tuhan. Mungkin segala bentuk ilmu protokoler sudah teracik dengan sempurna dari bukti dari kata "jadi maka jadilah", yang awalnya tiada maka akan ada. Termasuk kemustahilan-kemustahilan yang kadang otak tak mampu bekerja untuk menerimanya, hingga akhirnya hanya ada ragu yang menuai tuntutan dari sensorik dan motorik hingga menarik kesimpulan ke dalam hati. "Oh iya Kuasa tuhan",
Kehidupan kalau dihitung dari Masehi maka bumi telah berumur 2018 tahun lamanya, itupun sebelumnya tidak terhitung dalam angka tahun demi tahun. Setidaknya berapa kali matahari terbit dan tenggelam di bumi ini, yang menurut teori matahari sebenarnya tidak terbit dan terbenam namun ber-revolusi dan ber-evolusi mengikuti bentuk cincin raksasa yang sudah digariskan oleh Tuhan. Maka dari itu matahari sebenarnya tidak terbit dan tenggelam, akan tetapi berputar dan mengelilingi bentuk bumi yang menurut teori juga bulat.
Kebingungan ini kembali menghantui ketika ada kalimat tentang negara utama. Yang idealnya harus dipimpin oleh sosok ahli teori (filosof) dan dikuatkan bahwa dunia pernah ada sosok filosof sekaligus mahluk yang disucikan menjadi pemimpin dahulu kala.
Dia lahir sebagai Rahmat bagi alam semesta, karena memang ditugaskan oleh sang maha teori untuk menjadi ahli teori dalam hidup serta kehidupan bernegara. Akhirnya dia mampu menuliskan mimpi panjang fata murgana bagi kehidupan semua mahluk Sampai saya tahu istilah langit biru pada siang dan hitam pada malam.
Secara esensi saya menemukan bagaimana sebenarnya saya melihat matahari pada sepertiga malam. Bahwa ada ahli teori yang sudah berhasil menjadi utusan sang maha teori, sehingga melahirkan berbagai macam teori di dunia ini. Pertama saya melihat ada kejanggalan seperti apa warana langit itu sebenarnya, apakah langit itu bertepi, apakah ahli teori itu sudah menjadi teladan bagi saya, apakah maha teori itu sudah mengariskan lingkaran tak bertepi tentang kehidupan untuk selalu berfikir tentang teori-teorinya yang banyak diakuisisi oleh kesombongan ahli teori baru kacangan, yang kemudian dari kesombongannya dia lupa akan kulitnya atau dari mana dirinya berasal dan menemukan teori yang sebenarnya sudah ada dalam garis lingkaran dan ajaran ahli teori sesunguhnya.
Bila mana saya duduk saat ini saya tidak merasakan nikmatnya duduk karena telah banyak orang berbicara soal teori berdiri, bila mana saya berdiri maka telah banyak orang yang berbicara tentang teori berlari, bila mana saya berlari maka telah banyak orang yang berbicara tentang teori kilat, bila mana saya berkilat maka secara sadar saya telah berkiblat pada sisi hegemoni dunia yang sudah sesak dengan satelit. Semoga cepat lahir sosok filosof meskipun tidak ahli teori yang suci secara tingkatan. Agar mampu manusia mengilhami bahwa dunia itu ada dan akan tiada.
