Mohon tunggu...
Ahmad Nur Luqman
Ahmad Nur Luqman Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Blora

Tiktok : @anluqman Instagram : @anluqman_

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Menuju Negara Maju di Era Soeharto

27 Januari 2023   21:12 Diperbarui: 27 Januari 2023   21:11 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 1960-an adalah sebuah periode dimana Indonesia mengalami masa yang paling buruk sejak kemerdekaan Indonesia, secara geopolitik Indonesia pada waktu itu dikucilkan oleh dunia International karena dua hal: konvrontasi dengan Malaysia dan berani keluar dari PBB untuk mempertahankan sikapnya untuk ikut campur urusan dalam negeri Negara orang lain.


Yang lebih mengerikan dari itu semua, bahwa Indonesia mengambil keputusan untuk lepas dari PBB itu adalah dipuncak perang dingin, dimasa itu konselasi politik global itu memaksa setiap Negara untuk ikut pada satu blok, khususnya Negara yang strategis, karena kalau tidak maka akan terancam perang proksi.


Nah Indonesia, sudah keluar dari PBB kemudian dalam waktu itu masih menyatakan non blok, jadi ini adalah sesuatu yang sangat nekat, tetapi itulah yang terjadi pada Indonesia, akhirnya sebelum masalah-masalah politik dan geopolitik itu mengemuka, Indonesia telah dihancurkan habis-habisan oleh krisis ekonomi. Misalkan, tahun 60-an Ekspor Indonesia keluar negeri anjlok karena tidak ada Negara yang mau menjalin kerjasama dengan Indonesia.


Karena anjlok itu, ekonomi di Indonesia hancur. Padahal diwaktu yang sama Indonesia sedang menciptakan poros baru untuk menandingi PBB. Akhirnya disatu sisi yang membutuhkan dana yang sangat besar, disisi lain Indonesia kehilangan pendapatan dan sumberdaya.


Akibatnya Indonesia harus melakukan dua hal: yang pertama adalah minjam uang ke Negara-negara yang lain dan itu susah sekali karena Indonesia dikucilkan, yang mau minjamin paling-paling cuman China, Korea Utara, tetapi Negara-negara yang meminjamkan uang ke kita adalah Negara-negara yang kepepet juga pada waktu itu, jadi tentu saja itu tidak cukup untuk membangun mahakarya-mahakarya yang kita lihat sekarang.


Gelora Bung Karno, Monas, Gedung DPR MPR  misalnya. Karena Indonesia tidak memiliki uang, maka Indonesia mencetak uang, ini kan sesuai dengan yang disarankan Pak Mardigu (yaudah cetak uang aja sebesar-besarnya untuk proyek dan sebagainya) dibikinlah itu monas dsb. Akhirnya Indonesia makin terjelembat pada masalah ekonomi yang lebih besar, hiper inflasi.


Tahun 1965 itu, inflasi Indonesia itu sudah mencapai 650%, ditambah dengan utang sebelum-belumnya itu benar-benar menghabisi Indonesia. Pada waktu itu, jangan kan bayar utang, bayar bunganya saja pun Indonesia tidak sanggup. Itulah kondisi dimana pak Harto dilantik menjadi Presiden.


Tetapi, Pak Harto ternyata melakukan beberapa hal-hal kecil yang ternyata sangat signifikan. Pendekatan itu sangat sederhana. Menurut Pak Harto, dalam kondisi yang seperti ini yang harus kita lakukan adalah cukup 2 hal saja: yang pertama itu adalah kita harus melakukan pertumbuhan ekonomi dan yang kedua adalah kita harus menjaga stabilitas keamanan.


Soal pertumbuhan ekonomi, yang dilakukan itu adalah stabilisasi dulu, rehabilitasi baru pertumbuhan ekonomi, dengan melakukan suatu hal yang sangat strategis yaitu datangkan Negara-negara yang minjamin utang ke Indonesia.


Setelah mereka ngumpul pak Harto berpidato minta utang yang lebih besar lagi, adapun utang-utang yang kemaren-kemaren minta penangguhan waktu bayar sekitar 20-30 tahun lagi kedepan, dengan memamerkan potensi yang ada di Indonesia untuk berinvestasi.
Jadi pada waktu itu, Pak Harto menggadaikan penduduk dan sumberdaya Indonesia seluruhnya kepada Negara-negara yang memberikan hutang, maka akhirnya deal. Akhinya Negara-negara itu membuat IGGI Konsorsium Negara-negara yang ngasih utang ke Indonesia, tetapi dengan syarat harus inves sebesar-besarnya di Indonesia.


Setelah itu, Pak Harto datang dan memberikan janji kepada Amerika untuk memberantas komunis, untuk menjamin bahwa Indonesia tidak akan menjadi komunis dan seluruh tim ekonomi didatangkan dari Amerika Serikat. Maka Indonesia sejak saat itu menjadi Negara liberal, walaupun ngakunya ekonomi pancasila dan seluruh tim ahli ekonomi itu pasti lulusan Amerika Serikat khususnya Berkeley, itu kongkalikong dengan Amerika.


Sehingga Indonesia dijadikan partner utama Amerika serikat di Asia Tenggara, jadi militer Indonesia dilatih Amerika, pesawat tempur, tank dikasih amerika, pokoknya apa-apa Indonesia dimanjain.


Jadi pada waktu itu, Pak Harto pinter banget, tetapi itu saja sebenarnya belum selesai, itu baru saja masalah ekonomi dan untuk menyelesaikkan ekonomi lama. Tetapi bagaimana memajukan ekonomi masa depan?


Nah kemudian pak harto fokus pada poin kedua yaitu stabilitas keamanan, menyimpan angkatan darat khususnya diseluruh elemen masyarakat, semuanya dikasih tentara, semuanya memiliki kewenangan yang sangat kuat untuk melakukan apapun yang mereka mau untuk menyelamatkan Negara, untuk menjaga stabilitas keamanan
Walaupun pada zaman itu, otoriter Indonesia bisa maju 1970 kondisi kacau, 1985 swasembada pangan, 1995 masuk era lepas landas kurang lebih sama kayak china zaman sekarang, sudah tidak menjadi Negara berkembang tetapi sudah menuju Negara maju.


Pada waktu itu Indonesia merupakan satu-satunya Negara di Asia yang bisa bikin pesawat, sudah memiliki mobil nasional, menjadi penghasil kapal laut terbanyak di dunia, sudah merambah barang-barang elektronik.


Dipastikan Indonesia akan menjadi Negara maju, apabila sudah menjadi Negara maju maka Negara yg sudah maju sebelumnya dikhawatirkan akan berkurang pendapatannya, mafia rusak, sehingga bagaimanapun Indonesaia harus dihancurkan.
Bahkan ada pernyataan langsung secara eksplesit dari presiden IMF dengan tanpa malu dan blak-blakan, "kami sengaja menghancurkan ekonomi Indonesia masuk ke dalam krisis yang lebih parah lagi demi menghancurkan pak harto.


Karena bagaimanapun juga untuk Negara-negara seperti Indonesia ini, pemimpin yang otoriter itu seringkali lebih baik daripada pemimpin yang terlalu demokratis, karena kita itu butuh dipaksa daripada kita disuruh berinisiatif melakukan sesuatu yang dilakukan dinegara-negara demokrasi dan satu hal positif dari Negara otoriter adalah bahwa setidaknya kita mengetahui siapa presidennya, siapa pemimpinnya, tanpa mengetahui siapa org dibaliknya.


Tetapi kalau Negara demokrasi kita akan menduga-duga siapa sesungguhnya otak dibalik presiden yang sekarang ini. Karena kalau negera demokrasi biasanya pelimpahan kekuasaanya yang formal dan yang sesungguhnya itu kita tidak pernah tau.


Betapapun beliau itu otoriter tetapi pada zamannya, seringkali itu lebih dibutuhkan daripada system yang lebih demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun