Mohon tunggu...
Ahmad Nuril Mustofa
Ahmad Nuril Mustofa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Founder Yayasan Pesantren Alam Nusantara Kota Batu

Menulis adalah secercah harapan untuk masa depan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Haruskah Ada Label Syariah Menuju NKRI Berkah

16 Desember 2019   16:14 Diperbarui: 16 Desember 2019   16:29 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perilaku syariah merupakan sebuah praktik amaliah yang telah Islam hadiahkan kepada Bangsa Indonesia pada saat pembentukan negara ini, semua yang ada dalam konstitusi merupakan bentuk praktik nyata dari syariah agama kita, syariah tidak bisa lepas dari pengakuan tulus religius bangsa Indonesia yang tertuang dalam konstitusi kita, bahkan mukadimah konstitusi UUD 45, yang tidak dapat diubah oleh siapapun termasuk MPR hasil Pemilu (DPR dan DPD), bahka kemerdekaan Indonesia adalah "berkah rahmat Tuhan yang maha Kuasa". 

Oleh karenanya, tidak heran jika NKRI juga berdasar "Ketuhanan yang maha Esa". Ketuhanan yang maha Esa, yang sebelumnya dalam Piagam Jakarta disebut sebagai Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi para pemeluknya melalui proses yang disebut sebagai getlemen Agreement dari Para Founding Fathers muslim bangsa Indonesia, yang dimaknai sebagai Tauhid, bagi penulis merupakan juga Intelligent Agreement, sebuah kesepakatan cerdas, karena Ketuhanan Yang maha Esa dalam makna tauhid itu sebuah penegasan bahwa Indonesia, NKRI adalah negara Tauhid, yang merupakan esensi syariah bagi umat Islam zaman nabi Muhammad SAW.

Sebenarnya, penerapan syariah di NKRI bukanlah hal asing, kita menerapkan syariah pada Peradilan Agama, bahkan perkembangan mutahir kita dapat melihat penerapan syariah di bidang ekonomi di sektor perbankan dunia pariwisata, perhotelan dan lain sebagainya.

Memang kita belum melaksanakannya secara sempurna, masih banyak yang perlu diperbaiki, disempurnakan, ditambah dan didiversifikasi ke bidang kehidupan  berbangsa yang lebih luas, juga mengembalikan pelakuan yang dulu pernah ada, seperti dalam bidang pendidikan, yang dulu menggunakan konsep hijab, sekolah pria dan wanita banyak yang memisahkan sebagai madrasah ala Indonesia yang semakin ditinggalkan, pesantren juga berperan dalam hal ini, namun kita bisa melihat banyak sekolah-sekolah unggul Katolik justru tetap menerapkan pemisahan gender ini, karena memang dalam tinjauan apapun pria dan wanita tidak sama sehingga sangatlah memaksakan diri jika dilakukan pencampuran.

Untuk keperluan menerapkan syariah di NKRI yang berbineka sehingga tercipta NKRI yang berkah, maka diperlukan pemimpin Bangsa yang bersyariah pula. Presiden Republik Indonesia yang memiliki pemahaman dan komitmen syariah yang kuat, juga para anggota DPR yang memiliki niatan, daya juang dan komitmen penerapan perundang-undangan yang bersifat mengasihi seluruh alam (Rahmatan Lil alamin)  yang merupakan karakteristik dari syariah.  Perlu disampaikan disini, bahwa dalam syariah juga menghormati perbedaan, menghormati kebinekaan, dan dalam syariah, penuh dengan keberkahan, jika ada hal-hal yang bersifat kurang menyenangkan, maka itu hanya berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan, penyelewengan, korupsi, kriminal dan keburukan lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun