Protes Mahasiswa Indonesia Gelap dalam Perspektif Hukum Positivisme
Gelombang protes mahasiswa yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia merupakan respons terhadap kondisi yang mereka sebut sebagai "Indonesia Gelap." Istilah ini mengacu pada situasi di mana kebebasan berpendapat semakin ditekan, korupsi merajalela, serta kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada rakyat. Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa menyoroti berbagai permasalahan, mulai dari revisi undang-undang kontroversial, kebijakan ekonomi yang dianggap merugikan masyarakat kecil, hingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat negara. Bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan kerap terjadi, memunculkan kritik terhadap sistem hukum yang ada serta menimbulkan pertanyaan mengenai keadilan dalam penerapan hukum di Indonesia.
Dalam perspektif positivisme hukum, hukum adalah aturan yang ditetapkan oleh otoritas yang sah dan harus ditaati tanpa mempertimbangkan aspek moral atau keadilan substantif. Positivisme hukum menegaskan bahwa hukum harus diterapkan sebagaimana adanya, terlepas dari konsekuensi sosialnya. Oleh karena itu, meskipun protes mahasiswa memiliki tujuan yang dianggap mulia, aksi tersebut tetap dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan hukum yang berlaku. Jika demonstrasi dilakukan tanpa izin resmi atau berujung pada tindakan anarkis yang mengganggu ketertiban umum, maka dari sudut pandang positivisme hukum, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai ilegal. Aparat penegak hukum dalam pendekatan ini lebih cenderung melihat aturan yang tertulis daripada menimbang keabsahan moral dari tuntutan mahasiswa.
Analisis Filsafat Positivisme Hukum
Filsafat positivisme hukum berakar pada gagasan bahwa hukum adalah sistem norma yang bersumber dari otoritas yang sah. Menurut John Austin, hukum adalah perintah dari penguasa yang harus dipatuhi oleh masyarakat, sedangkan Hans Kelsen menekankan bahwa hukum merupakan sistem norma yang harus diterapkan secara hierarkis. Dalam konteks protes mahasiswa, filsafat ini berimplikasi bahwa segala bentuk perlawanan yang bertentangan dengan regulasi yang sah harus dianggap melanggar hukum, tanpa mempertimbangkan aspek moralitas dari aksi tersebut.
Positivisme hukum cenderung menolak gagasan bahwa hukum harus sejalan dengan keadilan atau moralitas. Dalam konteks "Indonesia Gelap," pendekatan ini digunakan untuk menjustifikasi tindakan represif terhadap demonstrasi mahasiswa dengan dalih penegakan hukum dan ketertiban umum. Padahal, dalam perspektif lain, hukum seharusnya tidak hanya bersifat normatif tetapi juga adaptif terhadap perubahan sosial.
Mengapa Positivisme Hukum Masih Eksis dalam Masyarakat
1. Kepastian HukumÂ
Masyarakat dan pemerintah masih mengandalkan positivisme hukum karena memberikan kepastian dan prediktabilitas dalam kehidupan bernegara. Hukum yang tertulis dianggap sebagai pedoman yang jelas dalam menentukan legalitas suatu tindakan.
2. Stabilitas SosialÂ
Positivisme hukum mendukung stabilitas sosial dengan memastikan bahwa aturan-aturan negara ditegakkan tanpa pengecualian. Ini memungkinkan pemerintah mengontrol ketertiban tanpa dipengaruhi oleh interpretasi subjektif tentang keadilan.