Â
Buzzer Datang Lagi
Cerita tadi dapat menggambarkan betapa mengerikannya dampak yang diakibatkan oleh pembunuhan karakter oleh buzzer kepada seseorang. Fenomena serupa tentunya sudah sangat sering kita lihat di berbagai berita yang berseliweran di media massa kita.
Pagi 2 Mei 2025 kemaren, harian kompas menerbitkan headline yang menggelitik saya yang berhubungan dengan topik ini. Berita itu berjudul "Buzzer Mengepung Warga." Â Tadinya Saya mengira tema Buzzer akan lenyap seiring dengan selesainya kontestasi politik. Nyatanya Judul ini jauh lebih mengerikan di banding tema serupa sepanjang pemilu dan pilkada 2024 lalu.
Mengapa saya bilang lebih seram? Buzzer biasanya identik pertarungan politik. Pada tahun 2019, Buzzer mencapai puncak tertinggi aktivitasnya. Karena pada saat itu terjadi intensitas polarisasi yang sangat tinggi. Pilpres 2019 adalah lanjutan rivalitas Jokowi VS Prabowo yang sudah berlangsung sejak 2014. Polarisasi semakin tajam setelah muncul istilah cebong vs kampret dan menjadi sangat popular.
Namun dalam dunia politik hal ini masih dapat di nilai wajar karena jasa buzzer dinilai sangat efektif untuk mendongkrak elektabilitas salah satu calon tertentu. Dalam pertarungan politik buzzer bekerja dalam konteks pertarungan dua kubu. Jadi, dampaknya dapat di ukur. Yaitu antara calon yang satu beserta para pendukungnya dengan calon yang satunya lagi juga bersama para pendukungnya. Biasanya dalam politik buzzer di tugaskan untuk memberikan citra untuk kandidat, menyerang lawan politik, menggiring opini, membentuk dan menguasai ruang publik digital.
Namun dalam investigasi yang ditampilkan Kompas di headline mereka, posisi buzzer benar-benar mengganggu. Terlebih lagi yang disasar adalah masyarakat umum yang seharusnya dilindungi hak-haknya.
Buzzer pada awal kemunculannya adalah dalam konteks pemasaran digital. Buzzer menyebarkan informasi, produk atau kampanye tertentu untuk menciptakan Buzz atau gaung di media sosial. Tujuannya positif yaitu mempromosikan produk barang atau jasa.
Namun, di Indonesia terjadi pergeseran makna Buzzer terlebih kepada ranah politik. Buzzer mulai muncul pada kampanye pemilu terutama pada pilpres 2014. Kedua kubu politik pada masa itu sama-sama menggunakan tim buzzer untuk membentuk opini, menaikkan citra kandidat dan menyerang lawan politik.
Hingga saat ini istilah buzzer makin meruncing ke arah yang negatif. Merujuk pada akun-akun bayaran yang bekerja untuk kepentingan tertentu. Seringkali anonim, dan menggunakan taktik manipulatif.
Buzzer dan Premanisme