Mohon tunggu...
Ahmad Jaelani s
Ahmad Jaelani s Mohon Tunggu... Guru - Dunia baru untuk harapan baru

Setiap keindahan berasal dari ketulusan hati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Tragedi Upacara Bendera

19 Januari 2020   22:39 Diperbarui: 19 Januari 2020   22:43 2396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Upacara bendera (Dokpri)

Dipagi hari senin, aku terbangun lebih awal dari pada biasanya. Dengan mata yang masih mengantuk aku berusaha keras untuk tetap semangat. Karena hari ini aku menjadi petugas bendera dalam upacara hari Senin yang diadakan sekolahan.Aku bangun kemudian bergegas mengambil air wudhu yang ternyata masih dingin untuk digunakan bersuci. Dengan sedikit ragu-ragu aku menengadahkan tanganku kepancuran air. Berrr berrr dinginya air wudhu ini gumamku. Kemudian aku melaksanakan shalat subuh dengan wajah serius karena ingin berdoa kepada Allah Swt. Semoga tugasku di sekolah menjadi petugas upacara  pengibar bendera dapat kulaksanakan dengan lancar.

Walaupun air masih sangat dingin aku memberanikan diriku untuk segera mandi. Byur byur air mengalir disetiap sela-sela tubuhku hingga membasahinya. Dengan suasana hati yang gembira aku mandi sambil menyanyikan lagu kesukaanku. Kuambil handuk untuk mengeringkan sekujur tubuhku setelah mandi dengan air yang dingin tersebut.

Aku bergegas menyiapkan perlengkapan sekolahku dari buku yang harus dibawa dan tugas yang sudah dikerjakan semalam. Setelah itu saatnya saya menyiapkan keperluan petugas upacaraku. Seragam putih abu-abu ku ambil dari lemari pakaian. Dan kusiapkan untuk disetrika.

Aku menancapkan kabel setrika kelistrik untuk menyalakanya. Dengan santai sambil mendengarkan musik kusetrika baju putihku dengan sedikit ditambahi dengan pelicin supaya harum dan lembut. Mungkin hingga lalat yang hinggap dibajuku bisa saja terpeleset. Selanjutnya celana yang akan aku gunakan. Ketika menggosokan setrika di celana. Ternyata saya lupa bahwa temperatur suhu setrika sudah sangat panas sehingga ketika ku tempelkan kecelana membuat lubang dicelanaku.

Aku terkejut dengan keadaan ini. Bingung karena celana abu-abu hanya punya satu. Dengan pikiran yang sudah semrawut saya mencari solusi. Tiba-tiba ingatanku tertuju pada om yang tinggal didepan rumah, walaupun sudah lulus SMA lama pasti masih punya celana abu-abu pikirku.

Bergegas menuju rumah om yang kebetulan didepan rumah. Dengan wajah panik karena akan menjadi petugas bendera tetapi belum  memiliki celana. Aku bertanya "om, masih punya celana abu-abu SMA(Sekolah Menengah Atas)", dengan wajah panik. Omku segera mencarikan celana  kesela-sela pakaian lamanya, karena memang omku sudah lulus SMA 3-4 tahun yang lalu. Akhirnya setelah menunggu dengan sabar ditemukanlah celana SMA omku, tapi dengan model celana kombornya. Aku terkejut melihatnya karena model celana itu sudah tidak trend dizamanku. Selain itu, celana kombor bukan celana yang seharusnya menjadi peraturan sekolahku.

Karena waktu yang semakin siang, aku tanpa pikir panjang langsung menggunakanya tanpa menyetrikanya terlebih dahulu. Bahkan lupa kalau pagi ini belum sarapan. Padahal butir-butir nasi dan lauknya sudah memanggilku dan menanti kedatanganku. Tapi apa daya dengan waktu yang tidak banyak aku harus segera berangkat ke sekolahan.

Jarak dari rumah kesekolahan lumayan jauh sebenarnya. Dapat ditempuh dalam waktu 30 menit sampai sekolahan. Tapi karena menjadi petugas bendera seharusnya bisa datang 10 menit lebih awal. Menengok jam pukul 06.40 menit, demakin tidak karuan perasaanku.

Aku segera mengambil kontak motor dan menyalakanya. Dengan tergesa-gesa melupakan makananku aku tetap pamitan kepada kedua orang tuaku dan mencium tanganya. Kemudian aku menaiki motorku mengegasnya dengan kecepatan cahaya, karena tidak mau terlambat sampai sekolah. Masak petugas bendera terlambat. Apa kata guru dan teman-temanku.

Dengan keadaan tergesa-gesa aku menambah kecepatanku hingga aku tidak melihat bahwa di depanku ada traffic light yang sudah berwarna merah. Aku mengerem sepeda motor dengan cepat sehingga terjadi gesekan roda belakangku dengan aspal jalanan. Ciiiiiitttttt terdengar sangat keras hingga orang dipingiran jalan menoleh dengan heran. "Tambah kecepatan mas" terdengar seseorang mengucapkan itu dengan nada mengejek. Aku tidak memperdulikan situasi itu.

Setelah lampu berwarna hijau aku segera memasukan gigi sepeda motorku dan mengegasnya kembali. Masih sedikit teringat kejadian itu aku melambatkan sepeda motorku, tapi jika telat sampai sekolah bisa merusak reputasiku sebagai siswa yang diberi tanggung jawab menjadi petugas pengibar bendera. Akhirnya kuputuskan untuk kembali ngebut saat dijalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun