Mohon tunggu...
Ahmad Husen
Ahmad Husen Mohon Tunggu... PENGGAGAS TRILOGI CAHAYA: Lentera Jiwa | Pelita Negeri | Cahaya Semesta

Penulis Trilogi Cahaya: Lentera Jiwa, Pelita Negeri, dan Cahaya Semesta. Menulis untuk menyalakan hati, membangun negeri, dan merajut harmoni semesta. Berbagi kisah, refleksi, dan gagasan yang menuntun jiwa menuju kedamaian yang tak tergoyahkan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

TRILOGI CAHAYA: Mengupas Kabut Ego untuk Menemukan Inti Jiwa

23 Agustus 2025   17:06 Diperbarui: 23 Agustus 2025   17:06 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melepas Kabut Ego Menemukan Inti Jiwa - Trilogi Cahaya By Ahmad Husen

Ada sebuah rahasia yang sering terlewat dalam kehidupan manusia: di balik semua lapisan yang kita kenakan—peran sosial, ambisi, nama baik, bahkan ibadah yang kadang masih bercampur pamrih—ada sebuah inti yang murni, inti yang tak pernah ternodai oleh waktu maupun keadaan. Inti itu disebut jiwa. Namun, perjalanan untuk kembali kepada jiwa seringkali terhalang oleh kabut yang tebal: ego.

Ego adalah kabut yang samar-samar. Ia tidak selalu tampak sebagai musuh, bahkan sering berwajah seperti sahabat. Ia hadir dalam bisikan: “Kamulah pusat segalanya. Kamulah yang lebih berhak. Kamulah yang paling benar.” Dalam bisikan itu ada ketenangan semu, rasa puas, bahkan rasa gagah. Namun, justru di situlah awal kehilangan. Sebab ego adalah kabut yang menutupi cahaya, menghalangi pandangan, membuat kita jauh dari inti jiwa kita sendiri.

Ego: Kabut yang Menutupi Cermin

Bayangkan sebuah cermin kristal yang jernih. Bila kita pandang, wajah kita tampak jelas. Namun bayangkan bila cermin itu dilapisi embun pekat, kabut tipis yang lama-lama menjadi kerak. Wajah kita tak lagi terlihat, bahkan kita mungkin mengira cermin itu hanyalah dinding buram yang tak punya fungsi. Itulah yang dilakukan ego.

Jiwa sejatinya adalah cermin Ilahi—ia memantulkan cahaya Tuhan dalam diri manusia. Tetapi saat kabut ego menutupinya, jiwa tak lagi jernih. Ia tertutup oleh amarah, iri, gengsi, haus pujian, dan ketakutan kehilangan. Lalu manusia pun lupa siapa dirinya. Ia mencari validasi di luar, sementara jiwanya merintih di dalam.

Kita sering mengira ego itu adalah “aku” yang sebenarnya. Padahal, ego hanyalah lapisan tipis, sebuah konstruksi pikiran yang dibentuk oleh pengalaman, luka, pujian, dan tuntutan dunia. Jika jiwa adalah samudra yang luas, maka ego hanyalah buih yang mengapung di permukaan—riak kecil yang tak pernah menjadi lautan itu sendiri.

Jalan Mengupas: Dari Lapisan Luar Menuju Kedalaman

Perjalanan spiritual bukanlah tentang melarikan diri dari dunia, melainkan keberanian untuk mengupas lapisan demi lapisan yang menutupi diri. Ia seperti mengupas bawang: semakin dalam kita masuk, semakin banyak air mata yang jatuh. Tetapi setiap tetes air mata adalah pembersihan, tanda bahwa kabut mulai menyingkap.

1. Lapisan Gengsi
Banyak orang hidup dengan topeng: jabatan, kekayaan, atau status sosial. Tidak salah memiliki itu semua, tetapi ketika kita melekatkannya sebagai “jati diri”, maka kita sesungguhnya telah kehilangan jati diri sejati. Mengupas lapisan gengsi berarti berani melepas topeng dan bertanya: Siapa aku tanpa semua itu?

2. Lapisan Luka Lama
Ego sering tumbuh dari luka. Anak kecil yang dulu dipandang sebelah mata, bisa tumbuh dewasa dengan ambisi untuk diakui. Namun, di balik ambisi itu ada jeritan yang belum disembuhkan. Mengupas lapisan ini berarti berdamai dengan masa lalu, bukan menutupinya dengan kesuksesan semu.

3. Lapisan Ketakutan

Ketakutan akan ditolak, kehilangan, atau gagal membuat ego membangun benteng tinggi. Padahal, benteng itu sering kali justru menjauhkan kita dari kasih sayang sejati. Mengupas lapisan ini berarti menerima bahwa hidup memang penuh ketidakpastian, dan hanya dengan bersandar pada Tuhanlah kita menemukan ketenangan sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun