Setiap kali kita melewati jalan tol baru, jembatan megah, atau bendungan raksasa, hampir selalu ada spanduk atau papan proyek yang memuat tulisan: "Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk Rakyat Indonesia". Kalimat itu indah, seolah olah menegaskan bahwa setiap batu bata dan tetes aspal yang digunakan adalah demi kesejahteraan bangsa. Namun, realitas di lapangan sering kali tidak seindah spanduknya.Kasus korupsi yang belakangan menyeret beberapa PSN menjadi bukti telak bahwa transparansi masih jauh dari kata memadai. Uang rakyat yang seharusnya membangun jalan dan listrik, justru bocor ke kantong segelintir orang. Publik pun semakin pesimis: benarkah PSN ini murni untuk rakyat, atau hanya proyek segelintir elit?
PSN dan Biaya Sosial yang Tak Terlihat
PSN bukan hanya soal anggaran triliunan rupiah yang dikelola negara, tapi juga menyangkut biaya sosial yang ditanggung masyarakat. Pembebasan lahan yang kerap menimbulkan konflik, lingkungan yang rusak karena pembangunan kilat, hingga UMKM lokal yang tersingkir akibat masuknya pemain besar---semua itu sering tidak masuk dalam laporan resmi.
Jika proyek dikerjakan dengan transparan, masyarakat mungkin bisa menerima risiko dan dampaknya. Namun karena informasi minim, publik lebih sering mendapatkan cerita dari gosip atau media sosial daripada laporan resmi pemerintah. Di sinilah letak persoalannya: tanpa transparansi, sulit bagi masyarakat untuk percaya.
Mengapa Transparansi Itu Wajib?
- Uang yang Dipakai adalah Uang Publik
PSN dibiayai dari APBN, pinjaman, maupun skema KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha). Pada akhirnya, semua sumber itu bersumber pada rakyat, entah lewat pajak maupun utang yang harus dibayar generasi berikutnya. Maka, sudah seharusnya publik tahu ke mana saja uang itu mengalir. - Menghindari Korupsi dan Manipulasi
Transparansi bukan sekadar etika, tapi benteng untuk mencegah kebocoran anggaran. Tanpa keterbukaan, celah korupsi semakin lebar, seperti yang sudah terbukti di beberapa PSN baru-baru ini. - Membangun Kepercayaan Publik
Kepercayaan adalah modal utama pembangunan. Jika masyarakat percaya proyek benar-benar untuk kepentingan mereka, maka resistensi sosial akan lebih kecil. Sebaliknya, jika mereka curiga, protes dan konflik akan terus bermunculan.
Langkah Konkret, Bukan Sekadar Retorika
Sudah saatnya pemerintah berhenti menjadikan transparansi sebagai slogan kosong. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Dashboard Publik PSN
Semua data proyek---mulai dari nilai kontrak, sumber pembiayaan, progres fisik, hingga kontraktor pelaksana---harus tersedia di laman resmi yang bisa diakses publik. - Audit Independen dan Rutin
Setiap PSN wajib diaudit oleh lembaga independen, bukan hanya BPK atau internal kementerian. Hasilnya harus dipublikasikan, bukan disimpan dalam laci. - Partisipasi Masyarakat
Warga terdampak PSN harus dilibatkan dalam proses konsultasi, bukan sekadar diberitahu. Mekanisme pengaduan online maupun offline juga harus dipermudah dan dijamin ditindaklanjuti. - Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu
Jika ada pejabat, kontraktor, atau pihak swasta yang bermain curang, penindakan harus cepat dan transparan. Jangan sampai masyarakat melihat hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
Penutup
PSN sejatinya adalah harapan besar bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur dan meningkatkan daya saing ekonomi. Namun harapan itu bisa berubah jadi bumerang jika transparansi hanya berhenti di spanduk proyek.
Pemerintah perlu sadar bahwa rakyat kini lebih kritis, lebih peka, dan lebih berani bersuara. Transparansi bukan lagi pilihan, melainkan kewajiban. Tanpa itu, PSN hanya akan dipandang sebagai proyek mercusuar yang indah di atas kertas, tetapi rapuh di fondasinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI