Mohon tunggu...
Ahmad Fazlur Rahman
Ahmad Fazlur Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psychology Student at Universitas Brawijaya

Hobi melantur, kadang buat cerpen hasil melantur. Kalo gak melantur, ya tidur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiara, Asmara, dan Kepalsuan Dunia

25 Mei 2023   01:48 Diperbarui: 25 Mei 2023   01:54 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pesta Prom, oleh Pexels via Pixabay

Bersiap siaga, menjemput sang pujaan hati. Lampu sorot, kumohon berpihak padaku kali ini saja. Aksesoris berkelap-kelip menghiasi tubuhku dari atas hingga bawah. Mengambil seluruh pasang mata di lantai dansa, satu tuju yang aku pinta. Namun, sepertinya ada yang kurang. Ah, iya, gaunku.

"Hitam atau merah? Mungkin kuning? Bagaimana dengan biru?" batinku berbicara.

Aku sengaja mengecat rambutku, memanjangkannya, berharap kepadanya untuk menjadi pemikat semua tatap. Aku sengaja mengikir kukuku, menghiasnya, bahkan jika aku terlampau tidak suka. Aku sengaja merias wajahku, memakai semua trik riasan yang ada, meski perlu berpuluh-puluh kali aku mencoba. Aku sengaja tak makan dari kemarin, menahan rasa lapar, sesekali berceloteh tak jelas pada perut dan dada.

Berkeluh kesah tampaknya makananku sehari-hari. Tak pernah kulewati hari tanpa bersumpah serapah pada diriku sendiri. Namun, seakan dunia tak pernah puas. Kadang kala aku merasa dirikulah yang menjadi amunisi wujud caci maki. Nahas memang, aku sadar aku tak akan pernah layak menjadi ratu yang menduduki singgasana angkasa. Meski begitu, untuk kali ini saja aku memohon pada semesta, jadikanlah aku seorang ratu yang mengenakan sepatu kaca.

Berjalan tanpa jeda, aku menemukan diriku di depan pagar jingga. Logo bertuliskan "Pesta Prom" terpampang jelas di depan mata. Tanpa berlama-lama, aku memilih melangkahkan kakiku, masuk hampir terburu-buru. Lorong gedung sekolah dipenuhi lautan manusia, aku agak terpojok. Benar saja, hinaan dan cerca mewarnai sisi kanan dan kiriku.

"Siapa dia? Enggak cocok banget pake baju begitu," ujar mereka.

"Aku sih pulang ya kalo jadi dia," timpal yang lainnya.

Tidak, aku tidak akan goyah. Aku sudah bersiap siaga sejak awal. Aku sudah cukup menguatkan diri dan memilih kebal akan senjata. Langkahku tak putus, meski dengki dan iri seakan tak pernah habis. Jalan di depanku menyempit, pintu kayu berbentuk persegi panjang dengan setengahnya terbuat dari kaca menyapaku lama. Aku menarik napas panjang, sesekali melirik pada dunia di balik penghalangku itu.

Memegang kenop pintu, aku memutarnya pelan. Merah, biru, dan kuning sejenak mengaburkan pandangku. Teriakan pengeras suara sedikit membuat telingaku berdenging. Lautan manusia lebih hebat lagi berkumpul di ruangan ini. Gugup mulai menggerogoti. Namun, aku memilih menahan semuanya sembari berjalan maju perlahan-lahan.

Meskipun gaunku terseret-seret, aku jauh dari kata peduli. Tak ada yang penting bagiku selain bertemu dan bertegur sapa dengan kesatria penakluk hati yang aku damba. Tubuhku mulai berada di bawah sorotan lampu raksasa. Senyumku berkembang, mataku penuh binar bangga. Aku merasakan seluruh pasang mata memandang pada diriku, tetapi aku tak kunjung juga menemukan buah mata yang aku mau. Lantas, aku mencari-cari, sedikit berlari, berharap dirinya secepatnya aku dapat temui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun