Mohon tunggu...
Ahmad fauzan
Ahmad fauzan Mohon Tunggu... Universitas Hasanuddin

Selamat datang di blog saya! Halo, pembaca setia! Terima kasih telah mampir ke blog ini, tempat di mana saya berbagi informasi, cerita, dan inspirasi dari berbagai topik menarik. Apakah Anda pencinta hiburan, pengamat tren terkini, atau sekadar mencari bacaan santai di waktu luang? Di sini, saya memiliki sesuatu untuk semua orang! Blog ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan konten yang informatif, relevan, dan pastinya menyenangkan untuk dibaca. Saya berusaha menghadirkan tulisan yang segar, baik itu tentang teknologi, gaya hidup, hiburan, hingga tren budaya populer yang sedang hangat dibicarakan. Selain itu, saya juga ingin menjadikan blog ini sebagai ruang diskusi bagi pembaca. Jadi, jangan ragu untuk meninggalkan komentar, berbagi pendapat, atau bahkan memberikan ide untuk topik yang ingin Anda baca di sini. Mari jadikan blog ini sebagai tempat di mana kita bisa belajar, berbagi, dan tentunya menikmati konten-konten yang saya sajikan. Tetaplah bersama saya untuk mendapatkan tulisan-tulisan yang menarik setiap minggunya! Selamat membaca dan semoga hari Anda menyenangkan!

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tertawa dengan Bayangan Sendiri di Panci Mengkilap

11 Mei 2025   06:31 Diperbarui: 11 Mei 2025   06:31 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bayangan tercetak jelas di permukaan aspal (Sumber: Pexels/David Kouakou)

Kadang, kita menemukan diri kita sendiri bukan di cermin, tapi di dasar panci yang mengkilap.
Di sanalah tawa getir, kenangan lama, dan diri yang terlupa saling menyapa---diam-diam, tapi jujur.
Karena tertawa sendirian bukan selalu tanda gila, bisa jadi itu cara paling waras untuk tetap bertahan.

Ada yang aneh saat aku menunduk ke arah panci di dapur pagi itu. Bukan karena ada air mendidih atau sisa kuah semalam yang menempel di sudutnya, tapi karena di permukaan logamnya yang mengilap, aku melihat diriku sendiri---dan tertawa.

Itu bukan tawa yang meledak atau yang membuat perut geli. Bukan pula tawa kemenangan. Itu semacam tawa lirih, seperti gumam kecil yang hanya bisa dimengerti oleh seseorang yang sudah terlalu lama berbicara dengan kesunyian.

Bayangan di panci itu memantulkan wajah yang sama seperti yang kulihat setiap hari di cermin kamar mandi. Tapi ada yang berbeda. Di sana, mataku lebih jujur, senyumku lebih getir, dan kerutan kecil di sudut bibir terlihat seperti bekas luka yang lama dipelajari tapi tak kunjung dimengerti.

Panci itu seperti teman bicara yang tak pernah menghakimi. Ia hanya diam, menerima semua gurat ekspresi yang kutampilkan padanya. Dari tawa, tangis, marah, hingga kosong. Mungkin karena ia tak pernah diminta untuk memahami, tapi justru selalu ada.

Aku teringat bagaimana dulu aku menertawakan hal-hal sederhana: sendal putus di tengah jalan, teh tumpah ke baju kerja, atau pesan salah kirim ke mantan. Kini, semua terasa seperti serpihan mozaik dari seseorang yang perlahan terhapus dari dirinya sendiri. Dan aku mulai bertanya, seberapa banyak bagian dari diriku yang tersisa?

Menertawakan bayangan di panci mungkin terdengar konyol. Tapi bagi sebagian orang, itu adalah bentuk terapi. Cara kecil untuk berdamai dengan sunyi, dengan rutinitas, dan dengan diri sendiri yang kadang terlalu rumit untuk dicintai.

Dalam kehidupan yang terus berlari, panci mengkilap itu menjadi cermin kecil yang mengajak kita berhenti sejenak---bukan untuk berbenah, tapi untuk menerima. Bahwa tertawa dengan bayangan sendiri bukan tanda gila. Mungkin justru itu tanda kita mulai mengenal siapa yang sebenarnya selalu menemani kita: diri kita sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun