Kita terbiasa percaya bahwa bergerak cepat adalah kunci sukses. Dari sekolah hingga dunia kerja, kecepatan sering dijadikan tolok ukur kemampuan. Sayangnya, paradigma ini membuat banyak orang lupa bahwa hidup juga butuh ritme yang manusiawi. Tidak semua tujuan harus dicapai dengan tergesa, dan tidak semua keberhasilan diukur dari seberapa cepat kita sampai.
Hidup perlahan bukan berarti malas atau tertinggal. Justru, dalam tempo yang lebih lambat, kita bisa melihat detail yang sering terlewat saat berlari. Kita punya waktu untuk mengevaluasi langkah, memperbaiki arah, dan memastikan energi kita tidak terkuras habis di tengah jalan. Banyak orang yang sukses justru karena konsistensinya, bukan kecepatannya.
Fenomena burnout yang marak belakangan ini menjadi bukti bahwa laju hidup yang terlalu kencang berisiko merusak kesehatan mental dan fisik. Memperlambat langkah memberi kita ruang untuk bernapas, memulihkan tenaga, dan menemukan makna yang lebih dalam dari perjalanan yang kita tempuh.
Mungkin kita perlu mulai melihat hidup seperti menanam pohon. Tidak ada gunanya memaksa biji tumbuh dalam semalam. Yang penting adalah terus memberi nutrisi, merawat dengan sabar, dan percaya bahwa waktu akan membawa hasilnya. Karena pada akhirnya, perjalanan yang dijalani dengan tenang seringkali justru yang membuat kita tiba di tempat yang paling kita butuhkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI