Mohon tunggu...
Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan, Penulis, Peneliti, Pengabdi, Pendiri/Pembina YSDPAl-Misbah Cipadung Bandung-Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat. Peraih Kontributor Terpopuler Tahun 2024 di Repositori UIN Bandung

"Kompasiana Best Fiction Award Explorer" 22/1/2025

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Akuntabilitas Dokumentasi: Strategi Nyata atau Formalitas Biasa?

29 September 2025   18:10 Diperbarui: 29 September 2025   18:10 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akuntabilitas Dokumentasi; Strategi Nyata atau Formalitas Biasa?

Oleh: A. Rusdiana

Semester ganjil tahun akademik 2025/2026 yang berlangsung dari 1 September hingga 29 Desember 2025 kembali membuka dinamika perkuliahan. Di tingkat S1, penulis mengampu Metode Penelitian, sementara di S2 mengampu Manajemen Sumber Daya Pendidikan dan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Selain mengajar, kewajiban bimbingan akademik rutin menjadi amanah penting, terutama mendampingi mahasiswa dalam skripsi, tesis, dan disertasi. Namun, fenomena yang sering muncul ialah bimbingan tesis diperlakukan hanya sebagai rutinitas administratif, bukan proses pembelajaran yang kaya refleksi. Strategi membangun akuntabilitas dokumentasi hadir sebagai jawaban: bukan sekadar menumpuk kertas, tetapi membangun budaya integritas akademik.

Secara teoritis, akuntabilitas dokumentasi dapat ditopang oleh konsep job demand--job resources: keseimbangan tuntutan akademik dengan dukungan nyata dari dosen. Wenger melalui community of practice serta Vygotsky dengan social learning menekankan pentingnya interaksi dan catatan kolektif sebagai sarana belajar bersama. Tanpa dokumentasi yang akuntabel, proses akademik rentan "pekerjaan bukan oleh ahlinya" yang pada akhirnya menunggu kehancuran. Gap nyata terlihat pada kualifikasi akademik dan praktik. Banyak mahasiswa menganggap dokumentasi bimbingan hanya formalitas, sementara dosen terkadang lalai menuliskan progres yang sebenarnya. Terjadi "mind mismatch" antara ekspektasi mutu akademik dan realitas di lapangan. Tujuan tulisan ini ialah menegaskan pentingnya strategi membangun akuntabilitas dokumentasi dan menghadirkan lima pilar pembelajaran darinya. Berikut Lima strategi membangun Akuntabilitas Dokumentasi: 

Pertama: Kepatuhan pada Aturan sebagai Pilar Utama; Inspektorat Jenderal menetapkan bimbingan proposal minimal tiga kali dan tesis delapan kali dengan bukti tertulis. Aturan ini bukan sekadar administrasi, melainkan instrumen akuntabilitas. Dosen dan mahasiswa wajib mematuhi, karena tanpa catatan, progres belajar menjadi kabur. Bahkan, penerapan aturan ini menutup celah gratifikasi, sebab keberhasilan mahasiswa tercatat melalui bukti nyata, bukan lewat pemberian personal.

Kedua: Catatan Kolektif dalam Forum Bimbingan Kelompok; Dokumentasi semakin kuat bila dilakukan secara kolektif. Dalam forum bimbingan kelompok, catatan dapat dibagikan, sehingga semua peserta mengetahui progres bersama. Praktik ini mengurangi manipulasi administratif atau bimbingan "fiktif". Selain itu, mahasiswa belajar dari perjalanan akademik teman-temannya, sesuai teori social learning.

Ketiga: Transparansi sebagai Benteng Kepercayaan Publik; Dokumentasi bukan hanya untuk dosen dan mahasiswa, melainkan juga sebagai bukti akuntabilitas kepada publik. Catatan bimbingan menjadi dasar jika terjadi sengketa akademik. Kampus yang berani membuka dokumentasi progres akan lebih dipercaya masyarakat. Transparansi ini menjadi bagian dari branding akademik yang membangun citra positif lembaga.

Keempat: Penguatan Soft Skills melalui Dokumentasi; Mahasiswa belajar keterampilan non-teknis dari dokumentasi: disiplin mencatat, refleksi diri, hingga kemampuan menerima kritik. Dosen pun mengasah konsistensi, empati, dan keteguhan dalam menjalankan amanah. Dengan dokumentasi, interaksi tidak hanya fokus pada hasil akhir (skripsi/tesis), tetapi juga pada proses pembelajaran yang membentuk karakter.

Kelima: Spirit Sabar dan Tawakal dalam Proses Panjang; Membangun akuntabilitas dokumentasi membutuhkan kesabaran dan keteguhan. Tidak jarang mahasiswa lalai menyerahkan catatan, atau dosen kelelahan mengarsipkan. Namun, sikap tawakal menjadikan setiap catatan bukan beban, melainkan bagian dari ibadah intelektual. Pilar ini menegaskan bahwa dokumentasi bukan sekadar formalitas, tetapi amanah moral.

Akuntabilitas dokumentasi adalah strategi nyata untuk menjaga integritas akademik. Dengan kepatuhan aturan, pencatatan kolektif, transparansi, penguatan soft skills, dan sikap sabar, dokumentasi bukan sekadar catatan administratif, melainkan sarana pembelajaran bermakna. Rekomendasi: 1) Kampus perlu menyediakan sistem dokumentasi digital agar catatan lebih mudah diaudit; 2) Dosen wajib membiasakan pencatatan reflektif, bukan sekadar tanda hadir; 3) Mahasiswa perlu menumbuhkan budaya disiplin dalam mencatat progres akademik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun