Mohon tunggu...
Bunyi Sunyi
Bunyi Sunyi Mohon Tunggu... Penulis - IQRA

Bacalah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mendobrak Politik Kampungan

8 Januari 2024   19:22 Diperbarui: 8 Januari 2024   19:22 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.shutterstock.com/

..."Deng banyak orang kari ya (paling banyak orang Calon Legislatif)", beberapa bulan belakang ini, sering saya mendengar kalimat tersebut dari berbagai mulut yang berbeda, entahlah, hal itu keluar karena berdasarkan kebingungan lantas meneruskan kalimat yang sudah sering diucapkan, atau hanya bosan melihat begitu banyak orang yang melibatkan diri mengambil peran sebagai calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 

Awalnya kalimat semacam itu saya menganggapnya sebagai respon sosial atas iklim politik yang sering terjadi, dan itu wajar. Akan tetapi, semakin kesini saya menganggap itu sebagai bentuk model politik lama yang dibungkus dengan metode baru, yang sengaja dibentuk untuk kemudian memutuskan keinginan berpartisipasi generasi dalam dunia politik. 

Bagaimanapun, politik adalah kamar demokrasi yang siapa saja, berhak untuk masuk dan menginap dikamar tersebut, selagi dirinya dianggap loyal dan memenuhi syarat untuk masuk ke kamar tersebut. 

Mengapa Demikian ? Konsep demokrasi sengaja di definisi dengan kaku, agar melemahkan hasrat sekelompok orang yang ingin berkuasa semata, seperti iklim politik yang sering kita jumpai di berbagai daerah, terkhusus wilayah yang dinamakan kampung.

Jika benar-benar semua orang secara seksama memaknai demokrasi dengan baik, maka kungkungan budaya politik "kampungan" semacam itu, tidak akan mempan membedah wajah keinginan berpolitik setiap orang. Siapapun, termasuk kaum disabilitas sekalipun. 

Untuk diketahui bahwa budaya politik "kampungan" mengacu pada pola perilaku politik yang cenderung kurang matang, berkualitas rendah, atau kurang beradab dalam konteks kehidupan politik. Istilah ini bisa menggambarkan berbagai sikap atau tindakan dalam politik yang tidak menghargai norma-norma demokratis, seperti politik nepotisme, korupsi, intimidasi politik, atau penggunaan kekuasaan secara sewenang-wenang. 

Budaya politik semacam ini dapat merugikan proses demokrasi dan pembangunan yang sehat karena kurangnya transparansi, akuntabilitas, serta kurangnya penekanan pada prinsip-prinsip moral dan etika dalam urusan politik.

Ujian Demokrasi, Kampung dan Kualitasnya. 

"Jang dong itu lai, barang dong keluarga deng kandidat itu, jadi basis itu katong su tau (jangan dengan mereka, sebab mereka punya kandidat keluarga juga, dan basis itu kami sudah tau)".

Kalimat seperti itu, sering ditemui melalui bibir forum kecil-kecilan para kandidat, dikeluarkan sebagai bentuk ikhtiar atau hasil analisa titik basis politik. Tapi akan sedikit berbeda jika dijadikan sebagai perisai politik, atau anti orang baru yang hendak dan ingin mengetahui lebih detail tentang profil Caleg. Bagi saya, logika semacam itu, sebenarnya sangat menyesatkan khusus untuk kandidat, maupun sekat kehidupan sosial dan sebaiknya tidak harus dijalankan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun