Membangun Empati dan Kesejahteraan Emosional Siawa Dalam Konteks Kurikulum Merdeka Menuju Indonesia Emas  2045
Transformasi Pendidikan di Era Society 5.0: Panduan untuk Guru Milenial (Bagian VIII)
Oleh: Ahmad Rusdiana
Menumbuhkan Empati dan Kesejahteraan Emosional merupakan tema pesan kedelapan dari 10 Pesan Edukasi untuk Guru Melinial 5.0, dalam Pengembangan Daya Pikir Guru dalam Transformasi Pendidikan Era Society 5.0 Menuju Indonesia Emas 2045. Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan dan pengalaman orang lain. Sangat penting untuk Anda latih dan biasakan anak bersikap dengan berperasaan empati sedini mungkin. Dalam era Society 5.0, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan akademik siswa, tetapi juga kesejahteraan emosional dan karakter mereka. Menumbuhkan empati dan kesejahteraan emosional adalah esensi penting dalam membentuk generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan. Berikut ini adalah empat pembelajaran utama yang perlu diterapkan guru profesional untuk mencapai tujuan ini:
Pertama; Perhatikan Kesejahteraan Emosional Siswa; Kesejahteraan emosional siswa harus menjadi prioritas utama. Guru harus peka terhadap tanda-tanda stres atau kecemasan pada siswa dan menyediakan dukungan yang diperlukan. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, guru memiliki fleksibilitas untuk merancang pembelajaran yang lebih personal dan relevan bagi siswa. Hal ini memungkinkan guru untuk lebih fokus pada aspek emosional dan memberikan perhatian individual kepada siswa yang membutuhkannya. Kegiatan seperti diskusi kelas tentang perasaan, jurnal harian, atau sesi refleksi dapat membantu siswa mengekspresikan dan mengelola emosi mereka.
Kedua: Ajarkan Mereka untuk Mengelola Stres dan Emosi; Mengajarkan siswa cara mengelola stres dan emosi adalah keterampilan hidup yang penting. Dalam Kurikulum Merdeka, guru dapat mengintegrasikan teknik-teknik pengelolaan stres ke dalam berbagai mata pelajaran. Misalnya, sesi meditasi singkat sebelum pelajaran dimulai, latihan pernapasan, atau permainan yang mempromosikan kebersamaan dan relaksasi.Â
Siswa diajarkan untuk mengenali tanda-tanda stres pada diri mereka sendiri dan orang lain serta diberi alat untuk mengatasinya, seperti teknik pernapasan dalam, olahraga, atau seni. Ketiga; Membangun Hubungan yang Sehat; Hubungan yang sehat antara siswa, dan antara siswa dan guru, sangat penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang positif.Â
Guru harus menjadi teladan dalam membangun hubungan yang berbasis pada rasa saling menghormati dan kepercayaan. Dalam Kurikulum Merdeka, guru bisa mendorong kolaborasi melalui proyek kelompok, diskusi kelas, dan aktivitas yang memerlukan kerja sama. Dengan demikian, siswa belajar untuk berkomunikasi dengan baik, memahami perspektif orang lain, dan bekerja sama menuju tujuan bersama.
Keempat: Ciptakan Lingkungan Kelas yang Aman dan Inklusif; Lingkungan kelas yang aman dan inklusif adalah dasar dari kesejahteraan emosional siswa. Guru harus memastikan bahwa setiap siswa merasa dihargai dan didukung, tanpa diskriminasi atau intimidasi. Dalam konteks Merdeka Belajar, guru memiliki kebebasan untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Ini bisa melibatkan pengaturan ruang kelas yang nyaman, penerapan aturan kelas yang adil, dan penciptaan budaya kelas yang positif. Selain itu, guru harus peka terhadap kebutuhan khusus siswa dan memastikan bahwa semua siswa memiliki akses yang sama terhadap pembelajaran.
Kelima: Pentingnya Empati dan Perhatian pada Kesehatan Mental' Empati dan perhatian pada kesehatan mental adalah fondasi dalam pembentukan karakter siswa. Ketika siswa merasa didengarkan dan dipahami, mereka akan lebih termotivasi untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan sekolah.Â